Pengertian
sumber dana bank adalah usaha bank dalam menghimpun dana dari masyarakat
perolehan ini tergantung pada bank itu sendiri, apakah dari simpanan masyarakat
atau dari lembaga lainnya. Pemilihan sumber dana akan menentukan besar kecilnya
biaya yang ditanggung.oleh karena itu pemiliha sumber dana harus dilakukan
secara tepat.
Sumber dana bank dapat di peroleh dari:
1. Dana yang
bersumber dari bank itu yang terdiri dari:
a. Setoran pemegang
saham
Merupakan modal
dari para pemegang saham lama atau pemgang saham yang baru. Dana yang disetor
secara efektif oleh para pemegang saham pada waktu bank berdiri. Pada umumnya
modal setoran pertama dari pemilik bank sebagian digunakan untuk sarana
perkantoran, pengadaan peralatan kantor dan promosi untuk menarik minat
masyarakat.
b. Cadangan laba
Merupakan laba
yang setiap tahun di cadangkan oleh bank dan sementara waktu belum digunakan.
Cadangan laba yaitu sebagian dari laba bank yang disisihkan dalam bentuk
cadangan modal dan cadangan lainnya yang akan dipergunakan untuk menutupi
timbulnya resiko di kemudian hari. Cadangan ini dapat diperbesar apabila bagian
untuk cadangan tersebut ditingkatkan atau bank mampu meningkatkan labanya.
c. Laba bank yang belum
dibagikan
Merupakan laba
tahun berjalan tapi belum dibagikan kepada para pemegang saham.
Sumber dana ini digunakan bila perusahaan akan
melakukan ekspansi. Keuntungan sumber dana ini adalah lebih mudah untuk jumlah
relatif kecil dantidak perlu bayar bunga yang relatif besar bila dibandingkan
meminjam pada lembaga lain, namun untuk jumlah yang relatif besar harus melalui
berbagai prosedur yang cukup lama.
2. Dana
Masyarakat, terdiri dari simpanan :
a. Giro
Tujuan
menyimpanan dalam bentuk giro adalah kemudahan dalam penarikan terutama bagi
mereka didunia bisnis
b. Tabungan
Tujuan
menyimpan uang dalam tabungan adalah kemudahan dalam penarikan serta harapan
memperoleh bunga yang lebih besar dari giro
c. Deposito
Tujuan menyimpan
uang dalam bentuk deposito adalah untuk mengaharapkan bunga yang lebih besar.
3. Dana dari
lembaga lain, antara lain :
a. Bantuan Likuiditas Bank Indonesia
(BLBI)
Adalah kredit
yang diberikan bank Indonesia kepda bnk-bank yang mengalami kesulitan likuiditas.
Kredit likuiditas ini juga diberikan kepada pembiayaan sektor-sektor usaha
tertentu.
b. Pinjaman antar bank (Call
Money)
Biasanya
pinjaman ini di berikan kepada bank-bank yang mengalami kalah kliring di dalam
lembaga kliring dan tidak mampu untuk membayar kekalahannya. Pinjaman ini
bersifat jangka pendek dengan bunga yang relative tinggi jika dibandingkan
dengan pinjaman lainnya.
c. Surat berharga pasar uang
(SBPU)
d. Pinjaman dari bank luar negeri
Pinjaman dari
bank-bank luar negeri. Merupakan pinjaman yang diperoleh oleh perbankan dari
pihak luar negeri.
BAB II
SUMBER DANA
BANK SYARIAH
A.
Sumber Dana
Bank Syariah
Sumber-sumber dana bank syariah pada dasarnya tidak memiliki banyak
perbedaan dengan Bank Konvensional, karena sama-sama berasal dari tiga dana
atau Tiga Elemen dasar jika kita perhatikan secara lebih seksama lagi. Yaitu
sebagaimana tersebut dibawah ini:
1. Dana Pihak Pertama (Dana Pribadi)
2. Dana Pihak Kedua (Pinjaman/ Bantuan)
3. Dana Pihak Ketiga (Dana Nasabah/Masyarakat)
Berikut saya akan Menjelaskan satu persatu dimulai dari yang
pertama.
1.
Dana Pihak Pertama (Dana Pribadi) adalah sebuah dana yang berasal dari pemilik Bank syariah atau
bisa juga berasal dari para pemegang saham, yang mana mereka mengeluarkan
dananya untuk Operasonal awal berdiri yang kemudian mereka menambahkannya pada
waktu dikemudian hari guna memperbesar Bank tersebut. Dan Dana Pihak Pertama
ini terbagi lagi menjadi tiga macam, yaitu :
a. Modal
Yang Disetor
Yaitu adalah modal yang dihimpun atau dikumpulkan pertama kali oleh
pendiri bank tersebut, yang biasanya modal ini dipergunakan untuk memnuhi kebutuhan-kebutuhan
Bank di awal mula berdirinya, seperti Perlengkapan Kantor, Peralatan Kantor,
dll. Namun modal yang disetor ini tidak hanya berasal dari pemilik atau pendiri
Bank saja, akan tetapi bisa juga berasal dari para pemegang saham. Yang mana
modal ini biasanya di gunakan untuk mencapai ketentuan minimum modal (Capital
Adequacy Ratio) yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia, sehingga untuk
mencapai CAR itu Bank melakukan Go Public.
b. Cadangan-Cadangan
Yaitu dana yang berasal dari laba Bank yang sengaja disimpan untuk
keadaan yang tak terduga dikemudian hari dan juga untuk menguatkan cadangan
Modal, dan juga cadangan ini dapat dikembangkan apabila Bank dapat meningkatkan
Labanya.
c. Laba Yang Ditahan
Yaitu laba yang secara sengaja tidak dibagikan kepada para pemegang
saham ketika Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), sehingga laba ini digunakan atau
diputar kembali untuk meningkatkan pendapatan atau laba pada periode berikutnya
dengan persetujuan para pemegang saham.
2. Dana
Pihak Kedua (Pinjaman) yaitu dana yang biasanya digunakan ketika bank
mengalami kesulitan dalam mencari dana sendiri (DP1) atau dalam mencari atau
menghimpun dana dari masyarakat (DP3), sehingga mengharuskan bank mencari
bantuan dari dana lain untuk mencukupi segala kebutuhan operasional bank dalam
kurun waktu tertentu dan juga berfungsi untuk mencapai CAR yang telah
ditetapkan oleh BI. Dan macam-macam Pihak yang memberikan Dana Pihak Kedua ada
4, yaitu:
a) Pinjaman
dari Bank lain didalam Negeri atau bisa juga disebut pinjaman antar bank (interbank
call money). Pinjaman ini biasanya bersifat sementara atau durasi waktunya
singkat, karena biasa digunakan untuk kebutuhan yang sifatnya mendesak, seperti
untuk menutup kewajiban kliring atau menutupi Giro Wajib Minimum (GWM) di Bank
Indonesia.
b) Pinjaman
dari Bank atau Lembaga Keuangan di Luar Negeri. Pinjaman yang seperti ini
biasanya bersifat menengah-panjang. Realisasi pinjaman ini harus melalui
persetujuan Bank Indonesia sebagai Pengawas Pinjaman Luar Negeri (PPLN).
c) Pinjaman
dari Lembaga Keuangan Bukan Bank(LKBB), yaitu kadang kala pinjaman ini bukan
berbentuk pinjaman, namun hanya berbentuk Surat berharga yang dapat diperjual
belikan sebelum tanggal jatuh tempo.
d) Pinjaman
dari Bank Indonesia, yaitu Pinjaman tersebut diberikan oleh Bank Indonesia
apabila bank tersebut ditunjuk untuk menjadi penyalur pinjaman-pinjaman ke
sektor-sektor usaha yang mendapatkan prioritas dari pemerintah untuk
dikembangkan, misalnya Krediit Usaha tani (KUT) atau Kredit Usaha Rakyat(KUR)
dan sebagainya. Pinjaman semacam ini biasa disebut sebagai Kredit Likuiditas
Bank Indonesia.
3. Dana
Pihak Ketiga (Dana Masyarakat) yaitu dana yang dihimpun dari
masyarakat, baik perorangan, perusahaan, pemerintahan, rumah tangga dan lain-lain.
Dan Dana Pihak Ketiga inilah dana yang terbesar yang dimiliki oleh bank dan ini
juga telah menggambarkan sebagai salah satu fungsi bank sebagai penghimpun dana
dari masyarakat yang kelebihan dana, dan dana-dana tersebut dihimpun dalam
berbagai variasi yang telah ditawarkan oleh Bank. Yaitu sebagai berikut ini:
a. Tabungan
ialah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan dengan persyaratan yang
telah disepakati oleh nasabah dengan bank, akan tetapi tidak dapat diambil
dengan cek atau alat yang dipersamakan dengan itu.
b. Giro
ialah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan Cek, bilyet
Giro, sarana perintah lainnya atau dengan pemindah bukuan.
c. Deposito ialah simpanan berjangka yang
penarikannya tidak dapat dilakukan sewaktu-waktu dan waktu simpanannya
berjangka panjang. Dan deposito yang ada di Indonesia pada saat ini ada 3,
yaitu:
1)
Deposito
berjangka adalah depoito yang penarikannya hanya dapat dilakukan sesuai dengan
waktu yang telah disepakati bersama antara nasabah dan Bank.
2)
Sertifikat
deposito adalah deposito berjangka bukti simpanannya dapat diperjual belikan
dan juga dipindah tangankan kepada pihak lain.
3)
Deposito
OnCall ialah Deposito yang penarikannya hanya dapat dilakukan dengan cara
pemberitahuan sebelumnya yang telah disepakati antara Nasabah dengan Pihak
Bank.
BAB III
TABUNGAN
A.
Pengertian Tabungan
Tabungan adalah bagian dari pendapatan yang tidak
dikonsumsikan. Jadi disimpan dan akan digunakan di masa yang akan datang. Pendapatan merupakan faktor utama
yang terpenting untuk menentukan konsumsi dan tabungan. Keluarga-keluarga yang
tidak mampu akan membelanjakan sebagian besar bahkan seluruh pendapatannya
untuk keperluan hidupnya. Individu yang berpendapatan tinggi akan melakukan
tabungan lebih besar daripada individu yang berpendapatan rendah. Tabungan
dapat dilakukan oleh seorang pedagang dengan membeli barang dagangan dengan
maksud untuk mengkonsumsi lebih besar pada waktu yang akan datang.
B.
Tabungan Wadi’ah
Wadi’ah
(jasa penitipan) merupakan jasa penitipan yang dananya dapat diambil
sewaktu-waktu. Pada sistem wadi’ah ini, bank tidak berkewajiban, namun diperbolehkan, untuk
memberikan bonus kepada nasabah. Sehingga wadi’ah merupakan aqad antara pemilik
(nasabah) dan penyimpan (bank), untuk menjaga keamanan harta/modal dari
kerusakan atau kerugian. Adapun
konsep bonus yang menjadi acuan pada simpanan wadi’ah ini diantaranya adalah:
1.
Penerima titipan (bank) tidak boleh menyatakan
atau menjanjikan imbalan atau keutungan apapun kepada pemegang rekening wadiah.
2.
Pemilik harta titipan tidak boleh mengharapkan
atau meminta imbalan atau keuntungan atas rekening wadiah.
3.
Setiap imbalan atau keuntungan yang dijanjikan
sebelumnya dapat dianggap riba, baik dalam bentuk uang maupun dalam bentuk
lain.
4.
Penerima titipan (bank) atas kehendaknya
sendiri dapat memberikan imbalan kepada pemilik harta titipan (pemegang
rekening wadiah)
Untuk
menunjang kemudahan para nasabah Tabungan dan Giro Wadi’ah, maka beberapa Bank
Syariah juga melengkapi produk tabungan dan gironya dengan berbagai fasilitas,
diantaranya adalah
·
Menggunakan
buku atau kartu ATM
·
Minimum
setoran saldo pertama dan saldo minimum yang harus dipertahankan
·
Tabungan
tidak terbatas dapat ditarik sewaktu-waktu
·
Memiliki
berbagai tipe rekening, seperti perorangan, bersama atau beberapa individu,
perkumpulan/kelompok yang tidak berbadan hukum, perwalian atas nama orang tua
wali atau wali atas nama pemegang rekening (yang belum dewasa)
·
Pembayaran
bonus dilakukan dengan mengkredit rekening tabungan
·
Diberikan
buku cek untuk mengoperasikan rekening
·
Penarikan
dana dapat dilakukan sewaktu-waktu dengan menggunakan cek atau instruksi
tertulis lainnya
·
Pelayanan
khusus simpanan Giro lainnya adalah cek khusus, instruksi siaga (standing
instruction), transfer dana secara otomatis
·
Pemegang
rekening menerima salinan rekening (account statement) setiap bulan
dengan rincian transaksi selama bulan yang bersangkutan
·
Bank
dapat mengirim konfirmasi saldo kepada pemegang rekening setiap akhir tahun
atau setiap periode tertentu (yang lebih pendek) bila dianggap perlu oleh bank
atau atas permintaan pemegang rekening
Dalam
kegiatan operasional perbankan syariah simpanan dalam bentuk tabungan dan giro
yang menggunakan prinsip wadi’ah ini secara umum mengacu pada dua hal, yaitu
wadi’ah yad amanah dan wadi’ah yad dhamanah.
C.
Tabungan
Mudharabah
Tabungan
Mudharabah adalah tabungan yang dijalankan berdasarkan akad mudharabah.
Mudharabah mempunyai dua bentuk, yakni mudharabah mutlaqah dan mudharabah
muqayyadah, yang perbedaan utama di antara keduanya terletak pada ada atau
tidaknya persyaratan yang diberikan pemilik dana kepada bank dalam mengelola
hartanya.
Dalam hal ini, bank syariah bertindak sebagai
mudharib (pengelola dana), sedangkan nasabah bertindak sebagai shahibul mal
(pemilik dana). Bank syariah dalam kapasitasnya sebagai mudharib, mempunyai
kuasa untuk melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan
prinsip syariah serta mengembangkannya, termasuk melakukan akad mudharabah
dengan pihak lain. Namun, di sisi lain, bank syariah juga memiliki sifat
sebagai seorang wali amanah (trustee), yang berarti bank harus berhati-hati
atau bijaksana serta beritikad baik dan bertanggung jawab atas segala sesuatu
yang timbul akibat kesalahan atau kelalaiannya.
Dari
hasil pengelolaan dana mudharabah, bank syariah akan membagihasilkan kepada
pemilik dana sesuai dengan nisbah yang telah disepakati dan dituangkan dalam
akad pembukaan rekening. Dalam mengelola dana tersebut, bank tidak bertanggung
jawab terhadap kerugian yang bukan disebabkan oleh kelalaiannya.
Namun, apabila yang terjadi adalah mismanagement
(salah urus), bank bertanggung jawab penuh terhadap kerugian tersebut.
Dalam mengelola harta mudharabah, bank menutup biaya operasional tabungan
dengan menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya. Di samping itu, bank
tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah penabung tanpa
persetujuan yang bersangkutan. Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, PPH bagi
hasil tabungan mudharabah dibebankan langsung ke rekening tabungan mudharabah
pada saat perhitungan bagi hasil.
Ketentuan umum tabungan mudharabah adalah
sebagai berikut:
1. Dalam
transaksi ini, nasabah bertindak sebagai shahibul mal atau pemilik dana, dan
bank bertindak sebagai mudharib atau pengelola dana.
2. Dalam kapasitasnya
sebagai mudharib, bank dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah dan mengembangkannya, termasuk di dalamnya
mudharabah dengan pihak lain.
3. Modal
harus dinyatakan dengan jumlahnya, dalam bentuk tunai dan bukan piutang;
4. Pembagian
keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan dalam bentuk
dalam akad pembukaan rekening
5. Bank
sebagai mudharib menutup biaya operasional tabungan dengan menggunakan nisbah
keuntungan yang menjadi haknya.
6. Bank
tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan yang
bersangkutan.
BAB IV
AKAD
WADI’AH
A. Pengertian Wadi’ah
Pengertian
wadi’ah menurut syafi’I Antonio (1991) adalah titipan murni atau dari satu
pihak ke pihak lain. Baik individu maupun badan hokum yang harus dijaga dan
dikembalikan kapan saja si penitip menghendaki.
Menurut
bank Indonesia adalah akan penitipan barang atau uang antara pihak yang
mempunyai barang atau uang dengan pihak yang diberikan kepercayaan dengan
tujuan untuk menjaga keselamatan, keamanan serta keutuhan barang atau jasa.
B. Dasar Hukum
Wadi`ah
diterapkan mempunyai landasan hukum yang kuat yaitu dalam :
Al-Qur`nul Karim Suroh An-Nisa` : 58 :
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan
amanat kepada yang berhak menerimanya, …..”
Kemudian dalam Suroh Al Baqarah : 283 :
“…………. akan tetapi jika sebagian kamu
mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan
amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; …”.
Dalam Al-Hadits lebih lanjut yaitu :
Dari Abu
Hurairah, diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Tunaikanlah amanah
(titipan) kepada yang berhak menerimanya dan janganlah membalasnya khianat
kepada orang yang menghianatimu.” (H.R. Abu Daun dan Tirmidzi).
C. Batasan dan Jenis Wadi’ah
Transaksi
wadi’ah termasuk akad wakalah (diwakilkan) yaitu penitip asset
(barang/jasa) mewakili kepada penerima titipan untuk menjaganya ia tidak
diperbolehkan untuk memanfaatkan barang/uang tsb untuk keprluan pribadi baik
konsumtif maupun produktif, karena itu adalah pelanggaran sebab barang/uang itu
masih milik mudi` (penitip). Dilihat dari segi prakteknya ada
beberapa bentuk wadi`ah yaitu :
1. Wadi’ah Yad Al-Amanah
Adalah
akad penitipan barang/uang dimana pihak penerima tidak diperkenankan
penggunakan barang/uang tersebut dan tidak bertanggung jawab atas kerusakan
atau kelalaian yang bukan disebabkan atas kelalaian penerima titipan dan
faktor-faktor diluar batas kemampuannya. Hadis Rasulullah :
“ Jaminan pertanggung jawaban tidak diminta
dari peminjam yang tidak menyalah gunakan (pinjaman) dan penerima titipan yang
tidak lalai terhadap titipan tersebut.”
2. Wadi’ah Yad Ad-Dhamanah
Adalah
akad penitipan barang/uang dimana pihak penerima titipan dengan atau tanpa ijin
pemilik barang/uang, dapat memanfaatkannya dan bertanggung jawab terhadap
kehilangan atau kerusakan barang/uang titipan tersebut.
Sesuai dengan hadis Rasulullah SAW:
“Diriwayatkan dari Abu Rafie bahwa Rasulullah
SAW pernah meminta seseorang untuk meminjamkannya seekor unta. Maka
diberinya unta qurban (berumur sekitar dua tahun), setelah selang beberapa
waktu, Rasulullah SAW memrintahkan Abu Rafie untuk mengembalikan unta tersebut
kepada pemiliknya, tetapi Abu Rafie kembali kepada Rasulullah SAW seraya
berkata,” Ya Rasulullah, unta yang sepadan tidak kami temukan, yang ada hanya
unta yang besar dan berumur empat tahun. Rasulullah SAW berkata “Berikanlah itu
karena sesungguhnya sebaik-baik kamu adalah yang terbaik ketika membayar.” (H.R
MUSLIM)
Wadi`ah
dalam presfektif pelaksanaan perbankan islam hampir bersamaan dengan al-qardh
yaitu pemberian harta atas dasar sosial untuk dimanfaatkan dan harus dibayar
dengan sejenisnya. Juga hampir sama dengan al-iddikhar yakni menyisihkan
sebahagian dari pemasukan untuk disimpan dengan tujuan investasi.
Keduanya sama-sama akad tabarruyang
jadi perbedaan terdapat pada orang yang terlibat didalmnya dimana dalam wadi`ah
pemberi jasa adalah mudi`, sedangkan dalam al-qardh pemberi jasa adalah muqridh
(pemberi pinjaman).
D. Rukun Wadi’ah
Rukun
wadi’ah adalah hal-hal yang terkait atau yang harus ada di dalamnya yang
menyebabkan terjadinya akad wadi’ah yaitu:
1. Barang/Uang
yang di Wadi`ahkan dalam keadaan jelas dan baik.
2. Ada
Muwaddi’ yang bertindak sebagai
pemilik barang/uang sekaligus yang menitipkannya atau menyerahkannya.
3. Ada Mustawda` yang bertindak sebagai penerima
simpanan atau yang memberikan pelayanan jasa custodian.
4. Kemudian
di akhiri dengan Ijab Qabul (Sighat), dalam perbankan biasanya ditandai
dengan penanda tanganan surat atau buku tanda bukti penyimpanan.
Dalam
perbankan Syari`ah tanpa salah satu darinya maka proses Wadi`ah itu tidak
berjalan/terjadi/sah.
BAB V
AKAD
MUDHARABAH
A. Pengertian Mudharabah
Mudhorobah
merupakan simpanan dana nasabah di Bank Syariah dalam kurun waktu tertentu
dengan perjanjian bagi hasil keuntungan. Keuntungan investasi dana nasabah yang
dilakukan bank akan dibagikan antara bank dan nasabah dengan perjanjian bagi
hasil tertentu. Prinsip ini merupakan akad kerjasama antara pemilik dana
(shahibul maal) dengan pengusaha (mudharib) untuk melakukan suatu usaha
bersama.
Keuntungan
yang diperoleh dibagai antara keduanya dengan perbandingan nisbah yang
disepakati sebelumnya. Prinsip ini pada umumnya diimplementasikan oleh
perbankan syariah pada jenis produk tabungan dan deposito modharobah. Simpanan
yang menerapkan prinsip mudharobah ini pada umumnya terbagi dalam dua jenis,
yaitu mudharobah muthlaqah dan mudharobah muqayyadah.
B.
Jenis
Mudharabah
1.
Mudharabah
Muthlaqah
Mudharabah
muthlaqah merupakan simpanan yang berprinsip bahwa pemilik (shahibul maal /
nasabah) dana memberikan keleluasaan penuh kepada pengelola (mudharib / bank)
untuk mempergunakan dana tersebut dalam usaha yang dianggapnya baik dan
menguntungkan. Namun pengelola tetap bertanggung jawab untuk melakukan
pengelolaan sesuai dengan kebiasaan usaha normal yang sehat (uruf). Bank
syariah biasanya menggunakan produk tabungan dan deposito untuk jenis ini.
2. Mudharabah muqayyadah
Mudharabah
muqayyadah merupakan
simpanan yang berprinsip bahwa pemilik dana (nasabah) menentukan syarat dan
pembatasan kepada pengelola dan pengguna dana (bank) tersebut dengan jangka
waktu, tempat, jenis usaha dan sebagainya.
Adapun beberapa
ketentuan secara umum yang berlaku dan diterapkan oleh perbankan syariah pada
produk tabungan & deposito yang menggunakan prinsip mudharabah, diantaranya
adalah
·
Nasabah
bertindak sebagai shahibul maal atau pemilik dana dan bank bertindak sebagai mudharib
atau pengelola dana.
·
Bank
sebagai mudharib dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan
dengan prinsip syariah dan mengembangkannya termasuk didalamnya mudharabah
dengan pihak lain
·
Modal
harus dinyatakan dengan jumlahnya dalam bentuk tunai bukan piutang
·
Pembagian
keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan dalam akad
pembukaan rekening
·
Bank
sebagai mudharib menutup biaya operasional tabungan dan deposito dengan
menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya
·
Bank
tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan yang
bersangkutan.
C.
Rukun Mudharabah
Setiap akad
pasti terdiri dari beberapa rukun, yang tidak mungkin akad tersebut dapat
terwujud melainkan bila rukun-rukun itu terpenuhi seluruhnya, demikian
juga halnya dengan akad mudharabah. Dan setiap rukun dari suatu akad pasti
memiliki beberapa kriteria (persyaratan) yang harus diindahkan, agar akad
tersebut dapat dilakukan dengan benar dan selaras dengan syariat Allah Ta’ala.
1.
Ijab &
Qabul.
Yang dimaksud
dengan ijab ialah perkataan yang diucapkan oleh pihak pertama yang menghendaki
terjalinnya akad mudharabah. Sedangkan qabul ialah jawaban yang mengandung
persetujuan yang diucapkan oleh pihak kedua atau yang mewakilinya. Akad
mudharabah dapat berlangsung dengan segala ucapan yang menunjukkan tentangnya.
2.
Pemodal &
Pelaku Usaha.
Orang yang
dibolehkan untuk menjalin akad mudharabah ialah orang yang memenuhi empat
kriteria: merdeka, telah baligh, berakal sehat, dan rasyid (mampu membelanjakan
hartanya dengan baik dalam hal-hal yang berguna).
3.
Modal.
Yang dimaksud
dengan modal ialah harta milik pihak pertama (pemodal) kepada pihak kedua
(pelaku usaha) guna membiayai usaha yang dikerjakan oleh pihak kedua. Para
ulama telah menyebutkan beberapa persyaratan bagi harta yang menjadi modal akad
mudharabah.
4.
Usaha.
Secara global,
akad mudharabah yang terjalin antara dua orang atau lebih, dapat dibagi menjadi
dua bagian, selaras dengan perjanjian antara kedua belah pihak:
Bagian pertama:
Mudharabah terbatas.
Yaitu akad
mudharabah yang kedua belah pihak terkait telah menyepakati agar pelaku
usaha mengembangkan modal yang ia terima dalam unit usaha tertentu. Pada
keadaan semacam ini, maka pelaku usaha wajib mengindahkan persyaratan yang
telah ia sepakati bersama pemodal. Bila ia melanggar kesepakatan, dan terjadi
kerugian, maka ia wajib menanggung kerugian.
Hal ini berdasarkan keumuman sabda Nabishallallahu
‘alaihi wa sallam,
المسلمون على
شروطهم. رواه أحمد وصححه الألباني
“Umat Islam wajib memenuhi persyaratan mereka.” (HR. Imam
Ahmad dan dishahihkan oleh al-Albani)
Bagian kedua: Mudharabah
bebas.
Yaitu apabila
kedua belah pihak tidak mengajukan persyaratan apapun, baik berkenaan
jenis-jenis usaha, tempat, waktu, atau lainnya yang membatasi kebebasan
pelaku usaha dalam pengelolaan modal yang ia terima. Sehingga tatkala akad
berlangsung, pemodal dengan tegas menyatakan kepada pelaku usaha, agar ia
mengelola modal yang ia serahkan dalam usaha yang ia rasa dapat menguntungkan,
apapun bentuknya, dengan ketentuan bagi hasil sekian banding sekian. Demikian
juga sebaliknya, pelaku usaha tidak mensyaratkan kepada pemodal suatu jenis
usaha atau tempat tertentu.
5.
Keuntungan.
Tujuan utama
diadakannya akad ini adalah keuntungan, sehingga kedua belah pihak terkait mendapatkan
kemanfaatan materi. Pemodal, diuntungkan karena dananya berkembang, sebagaimana
pengusaha beruntung, karena mendapatkan bagian dari hasil. Oleh karena itu,
rukun ini merupakan rukun terpenting dari akad mudharabah. Berkaitan
dengan rukun ini para ulama telah menyebutkan beberapa persyaratan berikut:
Kedua belah
pihak terkait harus mengetahui dan telah menyepakati sejak awal akad persentase
bagian masing-masing dari keuntungan. Alasan disyaratkannya hal ini, adalah
karena keuntungan adalah objek utama dari akad mudharabah, sehingga bila ada
salah satu pihak terkait tidak mengetauhi nisbah bagiannya, maka ini menjadi
penyebab batalnya akad mudharabah.
Pembagian hasil
harus dalam bentuk nisbah, misalnya separuh, sepertiga, seperempat dan seterusnya.
Dengan demikian, tidak dibenarkan untuk membagi hasil dalam bentuk uang nyata
dalam jumlah tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’anul Karim
Antonio, Muhammad Syafi’i, Bank Syari’ah
dari Teori ke Praktek, Jakarta: Gema Insani, 2001
Arifin, Zaenul, Dasar-dasar Manajemen Bank
Syari’ah, Jakarta: Alvabeta dan Tazkia Institute, 2002
www.bi.go.id
0 comments:
Post a Comment