1. Sejarah
Pegadaian Secara Umum
Gadai merupakan praktik transaksi keuangan yang
sudah lama dalam sejarah peradaban man
usia. Sistem rumah gadai yang paling tua
terdapat di negara Cina pada 3.000 tahun silam, juga di benua Eropa dan kawasan
Laut Tengah pada zaman Romawi dahulu. Namun di Indonesia, praktik gadai sudah
berumur ratusan tahun, yakni wargta masyarakat telah terbiasa melakukan
transaksi utang-piutang dengan jaminan barang bergerak.
Bisnis gadai melembaga pertama kali di
Indonesia sejak Gubernur jenderal VOC Van Imhoff mendirikan Bank Van Leening.
Meskipun demikian, diyakini bahwa praktik gadai telah mengakar dalam keseharian
masyarakat Indonesia. Pemerintah sendiri baru mendirikan lembaga gadai pertama
kali di Sukabumi Jawa Barat, dengan nama Pegadaian, pada tanggal 1 April 1901
dengan Wolf von Westerode sebagai Kepala Pegadaian Negeri pertama, dengan
misi membantu masyarakat dari jeratan para lintah darat melalui pemberian
uang pinjaman dengan hukum gadai.Seiring dengan perkembangan zaman, Pegadaian
telah beberapa kali berubah status mulai sebagai Perusahaan Jawatan ( 1901 ),
Perusahaan di Bawah IBW (1928), Perusahaan Negara (1960), dan kembali ke Perjan
di tahun 1969. Baru di tahun 1990 dengan lahirnya PP10/1990 tanggal 10 April
1990, sampai dengan terbitnya PP 103 tahun 2000, Pegadaian berstatus sebagai
Perusahaan Umum (PERUM) dan merupakan salah satu BUMN dalam lingkungan
Departemen Keuangan RI hingga sekarang.
Sesuai dengan PP103 tahun 2000 pasal 8, Perum
Pegadaian melakukan kegiatan usaha utamanya dengan menyalurkan uang pinjaman
atas dasar hukum gadai serta menjalankan usaha lain seperti penyaluran uang
pinjaman berdasarkan jaminan fidusia, layanan jasa titipan, sertifikasi logam
mulia dan batu adi, toko emas, industri emas dan usaha lainnya. Sejalan dengan
kegiatannya, Pegadaian mengemban misi untuk ;
- turut meningkatkan kesejahteraan
masyarakat terutama golongan menengah ke bawah
- menghindarkan masyarakat dari gadai gelap,
praktik riba dan pinjaman tidak wajar lainnya.
Kegiatan usaha Pegadaian dijalankan oleh lebih
dari 730 Kantor Cabang PERUM Pegadaian yang tersebar di seluruh Indonesia.
Kantor Cabang tersebut dikoordinasi oleh 14 Kantor Wilayah yang membawahi 26 sampai
75 kantor Cabang. Perum Pegadaian secara Nasional berada di bawah kepemimpinan
Direksi.
Terbitnya PP/10 tanggal 1 April 1990 dapat
dikatakan menjadi tonggak awal kebangkitan Pegadaian, satu hal yang perlu
dicermati bahwa PP10 menegaskan misi yang harus diemban oleh Pegadaian untuk
mencegah praktik riba, misi ini tidak berubah hingga terbitnya PP103/2000
yang dijadikan sebagai landasan kegiatan usaha Perum Pegadaian sampai sekarang.
Banyak pihak berpendapat bahwa operasionalisasi Pegadaian pra Fatwa MUI tanggal
16 Desember 2003 tentang Bunga Bank, telah sesuai dengan konsep
syariah meskipun harus diakui belakangan bahwa terdapat beberapa aspek
yang menepis anggapan itu. Berkat Rahmat Alloh SWT dan setelah melalui kajian
panjang, akhirnya disusunlah suatu konsep pendirian unit Layanan Gadai
Syariah sebagai langkah awal pembentukan divisi khusus yang menangani
kegiatan usaha syariah..
Konsep operasi Pegadaian syariah mengacu pada
sistem administrasi modern yaitu azas rasionalitas, efisiensi dan efektifitas
yang diselaraskan dengan nilai Islam. Fungsi operasi Pegadaian Syariah itu
sendiri dijalankan oleh kantor-kantor Cabang Pegadaian Syariah/ Unit Layanan
Gadai Syariah (ULGS) sebagai satu unit organisasi di bawah binaan Divisi Usaha
Lain Perum Pegadaian. ULGS ini merupakan unit bisnis mandiri yang secara
struktural terpisah pengelolaannya dari usaha gadai konvensional. Pegadaian
Syariah pertama kali berdiri di Jakarta dengan nama Unit Layanan Gadai
Syariah ( ULGS) Cabang Dewi Sartika di bulan Januari tahun 2003. Menyusul
kemudian pendirian ULGS di Surabaya, Makasar, Semarang, Surakarta, dan
Yogyakarta di tahun yang sama hingga September 2003. Masih di tahun yang sama
pula, 4 Kantor Cabang Pegadaian di Aceh dikonversi menjadi Pegadaian Syariah.
Tujuan
utama usaha gadai adalah untuk mengatasi agar masyarakat yang sedang
membutuhkan uang tidak jatuh ke tangan para pelepas uang atau tukang ijon atau
tukan rentenir yang bunganya relative tinggi. Perum Pegadaian dalam pemberian
pinjaman kepada masyarakat mempunyai motto “
menyelesaikan masalah tanpa masalah”.
2.
Sejarah
Pegadaian Secara Khusus (Syariah)
Pengertian Gadai Syariah, menurut Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata pasal 1150, gadai adalah suatu hak yang diperoleh
seorang yang mempunyai piutang atas suatu barang bergerak. Barang bergerak
tersebut diserahkan kepada orang yang berpiutang oleh seorang yang mempunyai
utang atau oleh orang lain atas nama orang yang mempunyai utang.
(Gadai dalam fiqh disebut Rahn, yang menurut
bahasa adalah tetap, kekal, dan jaminan. Menurut beberapa mazhab, Rahn berarti
perjanjian penyerahan harta oleh pemiliknya dijadikan sebagai pembayar hak
piutang tersebut, baik seluruhnya maupun sebagian. Penyerahan jaminan tersebut
tidak harus bersifat aktual (berwujud), namun yang terlebih penting penyerahan
itu bersifat legal misalnya berupa penyerahan sertifikat atau surat bukti
kepemilikan yang sah suatu harta jaminan. Menurut mazhab Syafi’i dan Hambali,
harta yang dijadikan jaminan tersebut tidak termasuk manfaatnya. (Gadai syariah
adalah produk jasa berupa pemberian pinjaman menggunakan sistem gadai dengan
berlandaskan pada prinsip-prinsip syariat Islam, yaitu antara lain tidak
menentukan tarif jasa dari besarnya uang pinjaman)
Dalam hukum perdata, hak gadai hanya berlaku
pada benda bergerak; sedangkan dalam hukum Islam, rahn berlaku pada seluruh
harta, baik harta yang bergerak maupun yang tidak bergerak.
Perusahaan Umum Pegadaian adalah satu-satunya
badan usaha di Indonesia yang secara resmi mempunyai izin untuk melaksanakan
kegiatan lembaga keuangan berupa pembiayaan dalam bentuk penyaluran dana ke
masyarakat atas dasar hukum gadai seperti dimaksud dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata pasal 1150 di atas. Tugas pokoknya adalah memberikan pinjaman
kepada masyarakat atas dasar hukum gadai agar masyarakat tidak dirugikan oleh
kegiatan lembaga keuangan informal yang cenderung memanfaatkan kebutuhan dana
mendesak dari masyarakat.
Pemerintah baru mendirikan lembaga gadai
pertama kali di Sukabumi Jawa Barat, dengan nama Pegadaian. Pada tanggal 1
April 1901 dengan Wolf Von Westerode sebagai kepala Pegadaian Negeri pertama, dengan misi membantu masyarakat dari
jeratan para lintah darat melalui pemberian uang pinjaman dengan hukum gadai.
Seiring dengan perkembangan zaman, Pegadaian telah beberapa kali berubah status
mulai sebagai Perusahaan Jawatan (1901), Perusahaan di bwah IBW (1928),
Perusahaan Negara (1960), dan kembali ke Perjan di tahun 1969. Baru di tahun
1990 dengan lahirnya PP10/1990 tanggal 10 April 1990 sampai dengan terbitnya
PP103 tahun 2000 Pegadaian berstatus sebagai Perum dan merupakan salah satu
BUMN dalam lingkungan Departemen Keuangan Republik Indonesia hingga sekarang.
Terbitnya PP/10 tanggal
1April 1990 dapat dikatakan menjadi tonggak awal kebangkitan Pegadaian. Satu
hal yang perlu dicermati bahwa PP10 menegaskan misi yang harus diemban oleh
Pegadaian untuk mencegah praktik riba. Misi ini tidak berubah hingga terbitnya
PP103/2000 yang dijadikan landasan kegiatan usaha Perum Pegadaian sampai sekarang.
Pada saat ini Pegadaian Syariah sudah berbentuk
sebagai sebuah lembaga. Ide pembentukan Pegadaian Syariah selain karena
tuntutan idealisme juga dikarenakan keberhasilan terlembaganya bank dan
asuransi syariah. Setelah terbentuknya bank, BMT, BPR, dan asuransi syariah,
maka Pegadaian syariah mendapat perhatian oleh beberapa praktisi dan akademisi
untuk dibentuk dibawah suatu lembaga sendiri. Keberadaan Pegadaian Syariah atau
Rahn lebih dikenal sebagai bagian produk yang ditawarkan oleh bank syariah,
dimana bank menawarkan kepada masyarakat bentuk penjaminan barang guna
mendapatkan pembiayaan.
Mengingat adanya peluang dalam mengimplementasikan
Rahn/gadai syariah, maka Perum Pegadaian bekerja sama dengan Lembaga Keuangan
Syariah melaksanakan Rahn yang bagi Pegadaian dapat dipandang sebagai
pengembangan produk, sedang bagi Lembaga Keuangan Syariah dapat berfungsi
sebagai kepanjangan tangan dalam pengelolaan produk Rahn. Untuk mengelola
kegiatan tersebut, Pegadaian telah membentuk Divisi Usaha Syariah yang semula
dibawah binaan Divisi Usaha Lain.)
0 comments:
Post a Comment