Saturday, July 14, 2012

Manajemen Dana Bank Syariah


Pengertian Manajemen Dana bank Syariah
Pengertian sumber dana bank adalah usaha bank dalam menghimpun dana dari masyarakat perolehan ini tergantung pada bank itu sendiri, apakah dari simpanan masyarakat atau dari lembaga lainnya. Pemilihan sumber dana akan menentukan besar kecilnya biaya yang ditanggung.oleh karena itu pemiliha sumber dana harus dilakukan secara tepat.
Sumber dana bank dapat di peroleh dari:
1.     Dana yang bersumber dari bank itu yang terdiri dari:
a.    Setoran pemegang saham
Merupakan modal dari para pemegang saham lama atau pemgang saham yang baru. Dana yang disetor secara efektif oleh para pemegang saham pada waktu bank berdiri. Pada umumnya modal setoran pertama dari pemilik bank sebagian digunakan untuk sarana perkantoran, pengadaan peralatan kantor dan promosi untuk menarik minat masyarakat.
b.    Cadangan laba
Merupakan laba yang setiap tahun di cadangkan oleh bank dan sementara waktu belum digunakan. Cadangan laba yaitu sebagian dari laba bank yang disisihkan dalam bentuk cadangan modal dan cadangan lainnya yang akan dipergunakan untuk menutupi timbulnya resiko di kemudian hari. Cadangan ini dapat diperbesar apabila bagian untuk cadangan tersebut ditingkatkan atau bank mampu meningkatkan labanya.
c.    Laba bank yang belum dibagikan
Merupakan laba tahun berjalan tapi belum dibagikan kepada para pemegang saham.
Sumber dana ini digunakan bila perusahaan akan melakukan ekspansi. Keuntungan sumber dana ini adalah lebih mudah untuk jumlah relatif kecil dantidak perlu bayar bunga yang relatif besar bila dibandingkan meminjam pada lembaga lain, namun untuk jumlah yang relatif besar harus melalui berbagai prosedur yang cukup lama.
2.     Dana Masyarakat, terdiri dari simpanan :
a.   Giro
Tujuan menyimpanan dalam bentuk giro adalah kemudahan dalam penarikan terutama bagi mereka didunia bisnis
b.   Tabungan
Tujuan menyimpan uang dalam tabungan adalah kemudahan dalam penarikan serta harapan memperoleh bunga yang lebih besar dari giro
c.   Deposito
Tujuan menyimpan uang dalam bentuk deposito adalah untuk mengaharapkan bunga yang lebih besar.
3.     Dana dari lembaga lain, antara lain :
a.  Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI)
Adalah kredit yang diberikan bank Indonesia kepda bnk-bank yang mengalami kesulitan likuiditas. Kredit likuiditas ini juga diberikan kepada pembiayaan sektor-sektor usaha tertentu.
b.  Pinjaman antar bank (Call Money)
Biasanya pinjaman ini di berikan kepada bank-bank yang mengalami kalah kliring di dalam lembaga kliring dan tidak mampu untuk membayar kekalahannya. Pinjaman ini bersifat jangka pendek dengan bunga yang relative tinggi jika dibandingkan dengan pinjaman lainnya.
c.   Surat berharga pasar uang (SBPU)
d.  Pinjaman dari bank luar negeri
Pinjaman dari bank-bank luar negeri. Merupakan pinjaman yang diperoleh oleh perbankan dari pihak luar negeri.



BAB II
SUMBER DANA BANK SYARIAH

A.    Sumber Dana Bank Syariah

Sumber-sumber dana bank syariah pada dasarnya tidak memiliki banyak perbedaan dengan Bank Konvensional, karena sama-sama berasal dari tiga dana atau Tiga Elemen dasar jika kita perhatikan secara lebih seksama lagi. Yaitu sebagaimana tersebut dibawah ini:
1.      Dana Pihak Pertama (Dana Pribadi)
2.      Dana Pihak Kedua (Pinjaman/ Bantuan)
3.      Dana Pihak Ketiga (Dana Nasabah/Masyarakat)

Berikut saya akan Menjelaskan satu persatu dimulai dari yang pertama.
1.               Dana Pihak Pertama (Dana Pribadi) adalah sebuah dana yang berasal dari pemilik Bank syariah atau bisa juga berasal dari para pemegang saham, yang mana mereka mengeluarkan dananya untuk Operasonal awal berdiri yang kemudian mereka menambahkannya pada waktu dikemudian hari guna memperbesar Bank tersebut. Dan Dana Pihak Pertama ini terbagi lagi menjadi tiga macam, yaitu :
a.      Modal Yang Disetor
Yaitu adalah modal yang dihimpun atau dikumpulkan pertama kali oleh pendiri bank tersebut, yang biasanya modal ini dipergunakan untuk memnuhi kebutuhan-kebutuhan Bank di awal mula berdirinya, seperti Perlengkapan Kantor, Peralatan Kantor, dll. Namun modal yang disetor ini tidak hanya berasal dari pemilik atau pendiri Bank saja, akan tetapi bisa juga berasal dari para pemegang saham. Yang mana modal ini biasanya di gunakan untuk mencapai ketentuan minimum modal (Capital Adequacy Ratio) yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia, sehingga untuk mencapai CAR itu Bank melakukan Go Public.
b.      Cadangan-Cadangan
Yaitu dana yang berasal dari laba Bank yang sengaja disimpan untuk keadaan yang tak terduga dikemudian hari dan juga untuk menguatkan cadangan Modal, dan juga cadangan ini dapat dikembangkan apabila Bank dapat meningkatkan Labanya.
c.       Laba Yang Ditahan
Yaitu laba yang secara sengaja tidak dibagikan kepada para pemegang saham ketika Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), sehingga laba ini digunakan atau diputar kembali untuk meningkatkan pendapatan atau laba pada periode berikutnya dengan persetujuan para pemegang saham.
2.      Dana Pihak Kedua (Pinjaman) yaitu dana yang biasanya digunakan ketika bank mengalami kesulitan dalam mencari dana sendiri (DP1) atau dalam mencari atau menghimpun dana dari masyarakat (DP3), sehingga mengharuskan bank mencari bantuan dari dana lain untuk mencukupi segala kebutuhan operasional bank dalam kurun waktu tertentu dan juga berfungsi untuk mencapai CAR yang telah ditetapkan oleh BI. Dan macam-macam Pihak yang memberikan Dana Pihak Kedua ada 4, yaitu:
a)      Pinjaman dari Bank lain didalam Negeri atau bisa juga disebut pinjaman antar bank (interbank call money). Pinjaman ini biasanya bersifat sementara atau durasi waktunya singkat, karena biasa digunakan untuk kebutuhan yang sifatnya mendesak, seperti untuk menutup kewajiban kliring atau menutupi Giro Wajib Minimum (GWM) di Bank Indonesia.
b)      Pinjaman dari Bank atau Lembaga Keuangan di Luar Negeri. Pinjaman yang seperti ini biasanya bersifat menengah-panjang. Realisasi pinjaman ini harus melalui persetujuan Bank Indonesia sebagai Pengawas Pinjaman Luar Negeri (PPLN).
c)      Pinjaman dari Lembaga Keuangan Bukan Bank(LKBB), yaitu kadang kala pinjaman ini bukan berbentuk pinjaman, namun hanya berbentuk Surat berharga yang dapat diperjual belikan sebelum tanggal jatuh tempo.
d)      Pinjaman dari Bank Indonesia, yaitu Pinjaman tersebut diberikan oleh Bank Indonesia apabila bank tersebut ditunjuk untuk menjadi penyalur pinjaman-pinjaman ke sektor-sektor usaha yang mendapatkan prioritas dari pemerintah untuk dikembangkan, misalnya Krediit Usaha tani (KUT) atau Kredit Usaha Rakyat(KUR) dan sebagainya. Pinjaman semacam ini biasa disebut sebagai Kredit Likuiditas Bank Indonesia.
3.      Dana Pihak Ketiga (Dana Masyarakat) yaitu dana yang dihimpun dari masyarakat, baik perorangan, perusahaan, pemerintahan, rumah tangga dan lain-lain. Dan Dana Pihak Ketiga inilah dana yang terbesar yang dimiliki oleh bank dan ini juga telah menggambarkan sebagai salah satu fungsi bank sebagai penghimpun dana dari masyarakat yang kelebihan dana, dan dana-dana tersebut dihimpun dalam berbagai variasi yang telah ditawarkan oleh Bank. Yaitu sebagai berikut ini:
a.      Tabungan ialah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan dengan persyaratan yang telah disepakati oleh nasabah dengan bank, akan tetapi tidak dapat diambil dengan cek atau alat yang dipersamakan dengan itu.
b.      Giro ialah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan Cek, bilyet Giro, sarana perintah lainnya atau dengan pemindah bukuan.
c.       Deposito ialah simpanan berjangka yang penarikannya tidak dapat dilakukan sewaktu-waktu dan waktu simpanannya berjangka panjang. Dan deposito yang ada di Indonesia pada saat ini ada 3, yaitu:
1)     Deposito berjangka adalah depoito yang penarikannya hanya dapat dilakukan sesuai dengan waktu yang telah disepakati bersama antara nasabah dan Bank.
2)     Sertifikat deposito adalah deposito berjangka bukti simpanannya dapat diperjual belikan dan juga dipindah tangankan kepada pihak lain.
3)     Deposito OnCall ialah Deposito yang penarikannya hanya dapat dilakukan dengan cara pemberitahuan sebelumnya yang telah disepakati antara Nasabah dengan Pihak Bank.



BAB III
TABUNGAN

A.    Pengertian Tabungan
Tabungan adalah bagian dari pendapatan yang tidak dikonsumsikan. Jadi disimpan dan akan digunakan di masa yang akan datang. Pendapatan merupakan faktor utama yang terpenting untuk menentukan konsumsi dan tabungan. Keluarga-keluarga yang tidak mampu akan membelanjakan sebagian besar bahkan seluruh pendapatannya untuk keperluan hidupnya. Individu yang berpendapatan tinggi akan melakukan tabungan lebih besar daripada individu yang berpendapatan rendah. Tabungan dapat dilakukan oleh seorang pedagang dengan membeli barang dagangan dengan maksud untuk mengkonsumsi lebih besar pada waktu yang akan datang.
B.    Tabungan Wadi’ah
Wadi’ah (jasa penitipan) merupakan jasa penitipan yang dananya dapat diambil sewaktu-waktu. Pada sistem wadi’ah ini, bank tidak berkewajiban, namun diperbolehkan, untuk memberikan bonus kepada nasabah. Sehingga wadi’ah merupakan aqad antara pemilik (nasabah) dan penyimpan (bank), untuk menjaga keamanan harta/modal dari kerusakan atau kerugian. Adapun konsep bonus yang menjadi acuan pada simpanan wadi’ah ini diantaranya adalah:
1.     Penerima titipan (bank) tidak boleh menyatakan atau menjanjikan imbalan atau keutungan apapun kepada pemegang rekening wadiah.
2.     Pemilik harta titipan tidak boleh mengharapkan atau meminta imbalan atau keuntungan atas rekening wadiah.
3.     Setiap imbalan atau keuntungan yang dijanjikan sebelumnya dapat dianggap riba, baik dalam bentuk uang maupun dalam bentuk lain.
4.     Penerima titipan (bank) atas kehendaknya sendiri dapat memberikan imbalan kepada pemilik harta titipan (pemegang rekening wadiah)
Untuk menunjang kemudahan para nasabah Tabungan dan Giro Wadi’ah, maka beberapa Bank Syariah juga melengkapi produk tabungan dan gironya dengan berbagai fasilitas, diantaranya adalah
·        Menggunakan buku atau kartu ATM
·        Minimum setoran saldo pertama dan saldo minimum yang harus dipertahankan
·        Tabungan tidak terbatas dapat ditarik sewaktu-waktu
·        Memiliki berbagai tipe rekening, seperti perorangan, bersama atau beberapa individu, perkumpulan/kelompok yang tidak berbadan hukum, perwalian atas nama orang tua wali atau wali atas nama pemegang rekening (yang belum dewasa)
·        Pembayaran bonus dilakukan dengan mengkredit rekening tabungan
·        Diberikan buku cek untuk mengoperasikan rekening
·        Penarikan dana dapat dilakukan sewaktu-waktu dengan menggunakan cek atau instruksi tertulis lainnya
·        Pelayanan khusus simpanan Giro lainnya adalah cek khusus, instruksi siaga (standing instruction), transfer dana secara otomatis
·        Pemegang rekening menerima salinan rekening (account statement) setiap bulan dengan rincian transaksi selama bulan yang bersangkutan
·        Bank dapat mengirim konfirmasi saldo kepada pemegang rekening setiap akhir tahun atau setiap periode tertentu (yang lebih pendek) bila dianggap perlu oleh bank atau atas permintaan pemegang rekening
Dalam kegiatan operasional perbankan syariah simpanan dalam bentuk tabungan dan giro yang menggunakan prinsip wadi’ah ini secara umum mengacu pada dua hal, yaitu wadi’ah yad amanah dan wadi’ah yad dhamanah.
C.    Tabungan Mudharabah
Tabungan Mudharabah adalah tabungan yang dijalankan berdasarkan akad mudharabah. Mudharabah mempunyai dua bentuk, yakni mudharabah mutlaqah dan mudharabah muqayyadah, yang perbedaan utama di antara keduanya terletak pada ada atau tidaknya persyaratan yang diberikan pemilik dana kepada bank dalam mengelola hartanya.
 Dalam hal ini, bank syariah bertindak sebagai mudharib (pengelola dana), sedangkan nasabah bertindak sebagai shahibul mal (pemilik dana). Bank syariah dalam kapasitasnya sebagai mudharib, mempunyai kuasa untuk melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah serta mengembangkannya, termasuk melakukan akad mudharabah dengan pihak lain. Namun, di sisi lain, bank syariah juga memiliki sifat sebagai seorang wali amanah (trustee), yang berarti bank harus berhati-hati atau bijaksana serta beritikad baik dan bertanggung jawab atas segala sesuatu yang timbul akibat kesalahan atau kelalaiannya.
Dari hasil pengelolaan dana mudharabah, bank syariah akan membagihasilkan kepada pemilik dana sesuai dengan nisbah yang telah disepakati dan dituangkan dalam akad pembukaan rekening. Dalam mengelola dana tersebut, bank tidak bertanggung jawab terhadap kerugian yang bukan disebabkan oleh kelalaiannya.
 Namun, apabila yang terjadi adalah mismanagement (salah urus), bank bertanggung jawab penuh terhadap kerugian tersebut. Dalam mengelola harta mudharabah, bank menutup biaya operasional tabungan dengan menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya. Di samping itu, bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah penabung tanpa persetujuan yang bersangkutan. Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, PPH bagi hasil tabungan mudharabah dibebankan langsung ke rekening tabungan mudharabah pada saat perhitungan bagi hasil.
Ketentuan umum tabungan mudharabah adalah sebagai berikut:
1.     Dalam transaksi ini, nasabah bertindak sebagai shahibul mal atau pemilik dana, dan bank bertindak sebagai mudharib atau pengelola dana.
2.     Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan mengembangkannya, termasuk di dalamnya mudharabah dengan pihak lain.
3.     Modal harus dinyatakan dengan jumlahnya, dalam bentuk tunai dan bukan piutang;
4.     Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan dalam bentuk dalam akad pembukaan rekening
5.     Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional tabungan dengan menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya.
6.     Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan yang bersangkutan.
BAB IV
AKAD WADI’AH
A.    Pengertian Wadi’ah
Pengertian wadi’ah menurut syafi’I Antonio (1991) adalah titipan murni atau dari satu pihak ke pihak lain. Baik individu maupun badan hokum yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip menghendaki.
Menurut bank Indonesia adalah akan penitipan barang atau uang antara pihak yang mempunyai barang atau uang dengan pihak yang diberikan kepercayaan dengan tujuan untuk menjaga keselamatan, keamanan serta keutuhan barang atau jasa.
B.    Dasar Hukum
Wadi`ah diterapkan mempunyai landasan hukum yang kuat yaitu dalam :
Al-Qur`nul Karim Suroh An-Nisa` : 58 :
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, …..” 
Kemudian dalam Suroh Al Baqarah : 283 :
 “…………. akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; …”.
Dalam Al-Hadits lebih lanjut yaitu :
Dari Abu Hurairah, diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Tunaikanlah amanah (titipan) kepada yang berhak menerimanya dan janganlah membalasnya khianat kepada orang yang menghianatimu.” (H.R. Abu Daun dan Tirmidzi).


C.    Batasan dan Jenis Wadi’ah
Transaksi wadi’ah termasuk akad wakalah (diwakilkan) yaitu penitip asset (barang/jasa) mewakili kepada penerima titipan untuk menjaganya ia tidak diperbolehkan untuk memanfaatkan barang/uang tsb untuk keprluan pribadi baik konsumtif maupun produktif, karena itu adalah pelanggaran sebab barang/uang itu masih milik mudi` (penitip).  Dilihat dari segi prakteknya ada beberapa bentuk wadi`ah yaitu :
1.  Wadi’ah Yad Al-Amanah  
Adalah akad penitipan barang/uang dimana pihak penerima tidak diperkenankan penggunakan barang/uang tersebut dan tidak bertanggung jawab atas kerusakan atau kelalaian yang bukan disebabkan atas kelalaian penerima titipan dan faktor-faktor diluar batas kemampuannya. Hadis Rasulullah :
“ Jaminan pertanggung jawaban tidak diminta dari peminjam yang tidak menyalah gunakan (pinjaman) dan penerima titipan yang tidak lalai terhadap titipan tersebut.”
2.     Wadi’ah Yad Ad-Dhamanah
Adalah akad penitipan barang/uang dimana pihak penerima titipan dengan atau tanpa ijin pemilik barang/uang, dapat memanfaatkannya dan bertanggung jawab terhadap kehilangan atau kerusakan barang/uang titipan tersebut.
Sesuai dengan hadis Rasulullah SAW:
“Diriwayatkan dari Abu Rafie bahwa Rasulullah SAW pernah meminta seseorang untuk meminjamkannya seekor unta.   Maka diberinya unta qurban (berumur sekitar dua tahun), setelah selang beberapa waktu, Rasulullah SAW memrintahkan Abu Rafie untuk mengembalikan unta tersebut kepada pemiliknya, tetapi Abu Rafie kembali kepada Rasulullah SAW seraya berkata,” Ya Rasulullah, unta yang sepadan tidak kami temukan, yang ada hanya unta yang besar dan berumur empat tahun. Rasulullah SAW berkata “Berikanlah itu karena sesungguhnya sebaik-baik kamu adalah yang terbaik ketika membayar.” (H.R MUSLIM) 
Wadi`ah dalam presfektif pelaksanaan perbankan islam hampir bersamaan dengan al-qardh yaitu pemberian harta atas dasar sosial untuk dimanfaatkan dan harus dibayar dengan sejenisnya.  Juga hampir sama dengan al-iddikhar yakni menyisihkan sebahagian dari pemasukan untuk disimpan dengan tujuan investasi.  Keduanya sama-sama akad tabarruyang jadi perbedaan terdapat pada orang yang terlibat didalmnya dimana dalam wadi`ah pemberi jasa adalah mudi`, sedangkan dalam al-qardh pemberi jasa adalah muqridh (pemberi pinjaman).
D.    Rukun Wadi’ah
Rukun wadi’ah adalah hal-hal yang terkait atau yang harus ada di dalamnya yang menyebabkan terjadinya akad wadi’ah yaitu:
1.     Barang/Uang yang di Wadi`ahkan dalam keadaan jelas dan baik.
2.     Ada Muwaddi’ yang bertindak sebagai pemilik barang/uang sekaligus yang menitipkannya atau menyerahkannya.
3.      Ada Mustawda` yang bertindak sebagai penerima simpanan atau yang memberikan pelayanan jasa custodian.
4.     Kemudian di akhiri dengan Ijab Qabul (Sighat), dalam perbankan biasanya ditandai dengan penanda tanganan surat atau buku tanda bukti penyimpanan.
Dalam perbankan Syari`ah tanpa salah satu darinya maka proses Wadi`ah itu tidak berjalan/terjadi/sah.



BAB V
AKAD MUDHARABAH
A.    Pengertian Mudharabah
Mudhorobah merupakan simpanan dana nasabah di Bank Syariah dalam kurun waktu tertentu dengan perjanjian bagi hasil keuntungan. Keuntungan investasi dana nasabah yang dilakukan bank akan dibagikan antara bank dan nasabah dengan perjanjian bagi hasil tertentu. Prinsip ini merupakan akad kerjasama antara pemilik dana (shahibul maal) dengan pengusaha (mudharib) untuk melakukan suatu usaha bersama.
Keuntungan yang diperoleh dibagai antara keduanya dengan perbandingan nisbah yang disepakati sebelumnya. Prinsip ini pada umumnya diimplementasikan oleh perbankan syariah pada jenis produk tabungan dan deposito modharobah. Simpanan yang menerapkan prinsip mudharobah ini pada umumnya terbagi dalam dua jenis, yaitu mudharobah muthlaqah dan mudharobah muqayyadah.
B.    Jenis Mudharabah
1.     Mudharabah Muthlaqah
Mudharabah muthlaqah merupakan simpanan yang berprinsip bahwa pemilik (shahibul maal / nasabah) dana memberikan keleluasaan penuh kepada pengelola (mudharib / bank) untuk mempergunakan dana tersebut dalam usaha yang dianggapnya baik dan menguntungkan. Namun pengelola tetap bertanggung jawab untuk melakukan pengelolaan sesuai dengan kebiasaan usaha normal yang sehat (uruf). Bank syariah biasanya menggunakan produk tabungan dan deposito untuk jenis ini.
2.     Mudharabah muqayyadah 
Mudharabah muqayyadah merupakan simpanan yang berprinsip bahwa pemilik dana (nasabah) menentukan syarat dan pembatasan kepada pengelola dan pengguna dana (bank) tersebut dengan jangka waktu, tempat, jenis usaha dan sebagainya.
Adapun beberapa ketentuan secara umum yang berlaku dan diterapkan oleh perbankan syariah pada produk tabungan & deposito yang menggunakan prinsip mudharabah, diantaranya adalah
·        Nasabah bertindak sebagai shahibul maal atau pemilik dana dan bank bertindak sebagai mudharib atau pengelola dana.
·        Bank sebagai mudharib dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan mengembangkannya termasuk didalamnya mudharabah dengan pihak lain
·        Modal harus dinyatakan dengan jumlahnya dalam bentuk tunai bukan piutang
·        Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan dalam akad pembukaan rekening
·        Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional tabungan dan deposito dengan menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya
·        Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan yang bersangkutan.
C.    Rukun Mudharabah
Setiap akad pasti terdiri dari beberapa rukun, yang tidak mungkin akad tersebut dapat terwujud melainkan bila rukun-rukun itu terpenuhi seluruhnya,  demikian juga halnya dengan akad mudharabah. Dan setiap rukun dari suatu akad pasti memiliki beberapa kriteria (persyaratan) yang harus diindahkan, agar akad tersebut dapat dilakukan dengan benar dan selaras dengan syariat Allah Ta’ala.
1.     Ijab & Qabul.
Yang dimaksud dengan ijab ialah perkataan yang diucapkan oleh pihak pertama yang menghendaki terjalinnya akad mudharabah. Sedangkan qabul ialah jawaban yang mengandung persetujuan yang diucapkan oleh pihak kedua atau yang mewakilinya. Akad mudharabah dapat berlangsung dengan segala ucapan yang menunjukkan tentangnya.
2.     Pemodal & Pelaku Usaha.
Orang yang dibolehkan untuk menjalin akad mudharabah ialah orang yang memenuhi empat kriteria: merdeka, telah baligh, berakal sehat, dan rasyid (mampu membelanjakan hartanya dengan baik dalam hal-hal yang berguna).


3.     Modal.
Yang dimaksud dengan modal ialah harta milik pihak pertama (pemodal) kepada pihak kedua (pelaku usaha) guna membiayai usaha yang dikerjakan oleh pihak kedua. Para ulama telah menyebutkan beberapa persyaratan bagi harta yang menjadi modal akad mudharabah.
4.     Usaha.
Secara global, akad mudharabah yang terjalin antara dua orang atau lebih, dapat dibagi menjadi dua bagian, selaras dengan perjanjian antara kedua belah pihak:
Bagian pertama:  Mudharabah terbatas.
Yaitu akad mudharabah yang kedua belah pihak  terkait telah menyepakati agar pelaku usaha mengembangkan modal yang ia terima dalam unit usaha tertentu. Pada keadaan semacam ini, maka pelaku usaha wajib mengindahkan persyaratan yang telah ia sepakati bersama pemodal. Bila ia melanggar kesepakatan, dan terjadi kerugian, maka ia wajib menanggung kerugian.
Hal ini berdasarkan keumuman sabda Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam,
المسلمون على شروطهم. رواه أحمد وصححه الألباني
“Umat Islam wajib memenuhi persyaratan mereka.” (HR. Imam Ahmad dan dishahihkan oleh al-Albani)
Bagian kedua: Mudharabah bebas.
Yaitu apabila kedua belah pihak tidak mengajukan persyaratan apapun, baik berkenaan jenis-jenis usaha, tempat, waktu, atau lainnya  yang membatasi kebebasan pelaku usaha dalam pengelolaan modal yang ia terima. Sehingga tatkala akad berlangsung, pemodal dengan tegas menyatakan kepada pelaku usaha, agar ia mengelola modal yang ia serahkan dalam usaha yang ia rasa dapat menguntungkan, apapun bentuknya, dengan ketentuan bagi hasil sekian banding sekian. Demikian juga sebaliknya, pelaku usaha tidak mensyaratkan kepada pemodal suatu jenis usaha atau tempat tertentu.
5.     Keuntungan.
Tujuan utama diadakannya akad ini adalah keuntungan, sehingga kedua belah pihak terkait mendapatkan kemanfaatan materi. Pemodal, diuntungkan karena dananya berkembang, sebagaimana pengusaha beruntung, karena mendapatkan bagian dari hasil. Oleh karena itu, rukun ini merupakan rukun terpenting dari  akad mudharabah. Berkaitan dengan rukun ini para ulama telah menyebutkan beberapa persyaratan berikut:
Kedua belah pihak terkait harus mengetahui dan telah menyepakati sejak awal akad persentase bagian masing-masing dari keuntungan. Alasan disyaratkannya hal ini, adalah karena keuntungan adalah objek utama dari akad mudharabah, sehingga bila ada salah satu pihak terkait tidak mengetauhi nisbah bagiannya, maka ini menjadi penyebab batalnya akad mudharabah.
Pembagian hasil harus dalam bentuk nisbah, misalnya separuh, sepertiga, seperempat dan seterusnya. Dengan demikian, tidak dibenarkan untuk membagi hasil dalam bentuk uang nyata dalam jumlah tertentu.



DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’anul Karim
Antonio, Muhammad Syafi’i, Bank Syari’ah dari Teori ke Praktek, Jakarta: Gema Insani, 2001
Arifin, Zaenul, Dasar-dasar Manajemen Bank Syari’ah, Jakarta: Alvabeta dan Tazkia Institute, 2002
www.bi.go.id