Uang sebagai store of value berarti
uang adalah cara mengubah daya beli dari masa kini ke masa depan. Uang sebagai
penyimpan nilai dimaksudkan bahwa orang yang mendapatkan uang kadang tidak
mengeluarkan seluruhnya dalam satu waktu, tapi ia sisihkan sebagian untuk
membeli barang atau jasa yang ia butuhkan pada waktu yang ia inginkan, atau ia
simpan untuk hal-hal yang tak terduga seperti sakit mendadak atau menghadapi
kerugian yang tak terduga. Hal ini disebabkan karena motiv yang mempengaruhi
seseorang untuk mendapatkan uang disamping untuk transaksi juga untuk
berjaga-jaga dari kemungkinan-kemungkinan yang tak terduga seperti kondisi di
atas.
Dikalangan ekonom muslim terjadi perbedaan pendapat terhadap
fungsi uang sebagai alat penyimpan nilai ini. Mahmud Abu Su’ud seperti yang
dikutip Ahmad Hasan, berpendapat bahwa uang sebagai penyimpan nilai adalah
ilusi yang batil. Karena uang tidak bisa dianggap sebagai komoditas layaknya
barang-barang pada umumnya. Uang sama sekali tidak mengandung nilai pada
bendanya. Uang sebagai alat tukar beredar untuk proses tukar-menukar.
Pendapat Abu Su’ud ini agaknya sejalan dengan apa yang
diungkarkan oleh al-Ghazali bahwa uang itu ibarat cermin yang hanya dapat
menilai sesuatu yang ada di depannya namun tidak dapat menilai dirinya sendiri.
Pendapat Abu Su’ud yang meniadakan fungsi uang sebagai penyimpan nilai disatu
sisi mendapat dukungan dari Adnan al-Turkiman yang mengkhawatirkan jika uang
berfungsi sebagai penyimpan nilai akan terjadi penimbunan uang karena sifat
alamiah uang yang tahan lama menungkinkan menyimpannya dalam waktu yang lama
dan menahan peredarannya. Namun disisi lain Adnan al-Turkiman membantah
pendapat Abu Su’ud yang meniadakan fungsi uang sebagai penyimpan nilai yang
ditujukan untuk digunakan dalam proses transaksi dagang pada masa yang akan
datang. Monzer Kahf memberikan tanggapan terhadap pendapat Abu Su’ud yang
meniadakan fungsi uang sebagai penyimpan kekayaan ini, sebenarnya pelaku
ekonomi memungkinkan memilih waktu yang sesuai untuk melakukan transaksinya.
Misalnya sesorang yang memiliki kurma
membutuhkan apel di waktu lusa, maka ia dapat saja menjual kurmanya hari ini
kemudian pulang dan menyimpan uangnya terlebih dahulu, lusa baru ia membeli
apel sesuai dengan waktu ia membutuhkannya. Muhamad Zaki Syafi’i dalam
menyikapi hal ini, mencoba membedakan antara menyimpan uang dengan menumpuk
uang. Menurutnya menyimpan uang (menabung) dianjurkan. Setiap apa yang lebih
dari kebutuhan setelah menunaikan hak Allah adalah tabungan (saving).
Sedangkan menimbun uang berarti mencegah untuk melaksanakan kewajiban (hak
Allah).
Menurut teori ekonomi Islam, motiv yang
mempengaruhi manusia untuk mendapatkan dan memiliki uang adalah untuk transaksi
(money demand for transaction) dan motiv berjaga-jaga (money demand
for precautionary). Kenyataanya secara ril, seseorang perlu menyimpan
uangnya untuk menghadapi hal-hal yang tak terduga, baik disimpan di rumah untuk
menghadapi kebutuhan jangka pendek maupun ditabung di bank, atau diinvestasikan
dalam bentuk saham. Jika seseorang menyimpan uangnya di bank, secara bisnis,
uang akan selalu bergulir dan beredar dalam perekonomian.
Jadi kekhawatiran Abu Su’ud dan Adnan
Al-Turkiman, untuk perekonomian modern sekarang tidak beralasan. Karena zaman
sekarang inflasi selalu terjadi dari tahun ke tahun dalam tingkat yang berbeda.
Jika seseorang menyimpan uangnya dengan cara menumpuknya di rumah dalam jangka
waktu yang lama, jelas tindakan itu merugikan dirinya sendiri karena nilai mata
uang selalu mengalami penurunan nilai dari tahun ke tahun karena pengaruh
inflasi. Dalam Ekonomi Islam, motiv yang mempengaruhi seseorang memiliki uang
yang dibenarkan hanya untuk transaksi (money demand for transaction) dan
berjaga-jaga (money demand for precautionary).
Dalam Islam, seseorang memiliki uang karena
motiv spekulasi dilarang karena uang menurut Islam hanya sebagai alat tukar
menukar dan sebagai standar nilai. Sehingga al-Ghazali berpendapat perdagangan
uang dengan uang terlarang karena akan memenjarakan fungsi uang sebagai alat
pertukaran, jika suatu uang dapat membeli atau dibeli dengan uang lain, maka
uang berarti tidak lagi berfungsi sebagai alat tukar tapi sebagai komoditi,
padahal itu dilarang dalam Islam. Berpijak dari teorinya tentang fungsi uang
sebagai alat tukar, Ibn Tamiyah pun sangat menentang perdagangan uang, karena
tindakan ini menurutnya akan menghilangkan fungsi uang itu sendiri. Perdagangan
mata uang berarti membuka pintu kezaliman seluas-luasnya bagi penduduk. Namun
ia membolehkan akan pertukaran uang (valas), dengan syarat dalam
transaksi ini ada taqabul (pergerakan atau serah terima) uang yang
dipertukarkan dan tidak ada hulul (penundaan) pembayaran.
Uang dalam Ekonomi Islam adalah sesuatu yang
bersifat flow consept bukan stock concept. Uang
harus selalu mengalir, beredar di kalangan masyarakat dalam kehidupan ekonomi
karena uang itu adalah public goods, tidak mengendap menjadi milik
pribadi dalam bentuk private goods. Teori ekonomi Islam ini agaknya
sejalan dengan teori Irving Fisher bahwa mengemukan semakin cepat perputaran
uang ( V↑) maka semakin besar income yang diperoleh. Untuk itu
Islam menolak pandapat yang menyatakan uang bersifat stock consept yang
menyatakan uang adalah salah cara untuk menyimpan harta kekayaan (store of
wealth).
Kekayaan atau capital adalah private
goods atau benda-benda milik pribadi yang hanya beredar pada individu
tertentu saja. Sedangkan uang adalah public goods benda-benda yang
dimiliki oleh semua orang dan harus beredar pada semua orang. Dalam hal ini
al-Ghazali sangat mengecam tindakan seseorang yang menimbun uang karena
tindakan itu berarti menarik uang dari peredaran.
Dalam teori moneter penimbunan uang berarti memperlambat
perputaran uang yang jelas akan memperkecil terjadinya transaksi dan berakibat
pada lesunya perekonomian. Islam sebetulnya mendorong investasi, bukan menimbun
uang. Dalam keadaan harga–harga barang stabil, menyimpan kekayaan dalam bentuk
uang lebih menguntungkan dari pada menyimpannya dalam bentuk barang. Yakni
disimpan di bank. Namun dalam realitasnya harga-harga selalu mengalami kenaikan
yang pesat, nilai uang terus mengalami kemerosotan. Maka kekayaan yang berupa
uang akan mengalami penurunan nilai kalau dibandingkan dengan kekayaan yang
berbentuk barang.
Dalam keadaan seperti ini berarti uang
bukanlah alat penyimpan kekayaan yang baik. Dengan demikian menjadikan fungsi
uang sebagai alat menyimpan nilai tidak tepat. Dalam menghadapi kondisi ini
maka menyimpan kekayaan lebih tepat dalam bentuk saham, atau obligasi ataupun
dalam bentuk rumah. Seperti yang ditegaskan Muhamad Usman Syabir, meyimpan
kekayaan dalam bentuk uang tidaklah menguntungkan, karena uang selalu mengalami
penurunan nilai. Dalam keadaan seperti ini lebih baik menyimpan kekayaan dalam
bentuk saham ataupun benda berharga lainnya seperti rumah. Pada masa
kekhalifahan Umar bin Khattab, menimbun uang itu diharamkan, dikarenakan
dampaknya terhadap harga, lalu daya beli bagi uang[7].
1.Perubahan Fungsi Uang
Menurut sistem ekonomi kapitalis, uang selain sebagai alat tukar
ia juga adalah komoditas yang bisa diperdagangkan, sementara ekonomi Islam
tidak mengakui fungsi yang satu ini. Sistem kapitalis mengenal adanya tiga
fungsi uang;
1. Medium
of Exchange
2. Unit of Account
3. Store of Value
2. Unit of Account
3. Store of Value
Sedangkan dalam ekonomi Islam, hanya dikenal adanya 2 fungsi :
1. Medium
of Exchange (for transaction)
2. Unit of Account
2. Unit of Account
Dalam Islam, fungsi pertama ini jelas bahwa
uang hanya berfungsi sebagai medium of exchange. Uang menjadi media
untuk merubah barang dari bentuk yang satu ke bentuk yang lain, sehingga
Persamaan fungsi uang dalam sistem Ekonomi Islam dan Konvensional, sebagaimana
kita lihat di atas adalah uang sebagai alat pertukaran (medium of
exchange) dan satuan nilai (unit of account). Perbedaannya
adalah ekonomi konvensional menambah satu fungsi lagi sebagai penyimpan
nilai (store of value) yang kemudian berkembang menjadi
motif money demand for speculation, yang merubah fungsi uang
sebagai salah satu komoditi perdagangan.
Dengan demikian, dalam konsep Islam, uang
tidak termasuk dalam fungsi utilitas karena Rumus time value of money :
FV=PV(1+i)n
Sebenarnya mengambil/mengadopsi dari teori pertumbuhan populasi, dan tidak ada dalam ilmu finance. Rumus pertumbuhan populasi adalah sebagai berikut :
Sebenarnya mengambil/mengadopsi dari teori pertumbuhan populasi, dan tidak ada dalam ilmu finance. Rumus pertumbuhan populasi adalah sebagai berikut :
Pt=Po(1+g)t
Jadi future value dari uang dianalogikan dengan jumlah populasi tahun ke-t, present value dari uang dianalogikan dengan jumlah populasi tahun ke-0, sedangkan tingkat suku bunga dianalogikan dengan tingkat pertumbuhan populasi.
Jadi future value dari uang dianalogikan dengan jumlah populasi tahun ke-t, present value dari uang dianalogikan dengan jumlah populasi tahun ke-0, sedangkan tingkat suku bunga dianalogikan dengan tingkat pertumbuhan populasi.
0 comments:
Post a Comment