A.
DEFINISI BIAYA OVERHEAD
PABRIK
Biaya overhead
pabrik pada umumnya didefinisikan sebagai biaya diluar biaya bahan baku dan
tenaga kerja langsung dan semua biaya pabrik lainnya yang tidak secara langsung
dapat diikuti jejaknya ke dalam produk, sehingga pembebanannyapun tidak bisa
secara langsung. (Euis, 2013:60)
Sedangkan
menurut M. Nafarin (2007:498) biaya overhead pabrik adalah biaya yang
terjadi di pabrik selain biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung.
Biaya overhead pabrik antara lain berupa biaya bahan pembantu (penolong) atau
biaya bahan tak langsung, biaya pernik pabrik (factory supplies cost),
biaya tenaga kerja tak langsung, biaya pemeliharaan pabrik, biaya depresiasi
pabrik, biaya asuransi pabrik dan biaya listrik pabrik.
Biaya overhead
pabrik merupakan biaya tidak langsung produksi, oleh sebab itu komponen dalam
biaya overhead adalah semua biaya yang bukan biaya bahan baku langsung
dan biaya tenaga kerja langsung. Biaya overhead pabrik merupakan
komponen biaya produksi, tetapi berbeda dengan biaya bahan baku langsung dan
biaya tenaga kerja langsung, biaya ini tidak terlihat jejaknya secara langsung
pada produk yang dihasilkan. Dalam perhitungannya karena adanya kesulitan dalam
menelusuri biaya overhead pabrik, maka pembebanan BOP biasanya atas
dasar tarif yang ditentukan dimuka.
Secara garis
besar biaya overhead pabrik dibagi tiga kelompok:
1. Biaya bahan baku tidak langsung (misalnya: bahan penolong/bahan
pembantu).
2. Biaya tenaga kerja tidak langsung (misalnya: mandor, inspektor
dan sebagainya).
3. Biaya pabrikasi lain-lain (misalnya: penyusutan, pajak, listrik,
biaya pemeliharaan dan sebagainya).
Biaya overhead
pabrik seringkali disebut dengan istilah biaya produksi tidak langsung,
karena biaya ini tidak secara langsung teridentifikasi ke produk, pembebanan
dilakukan di awal sebelum proses produksi, hal ini dilakukan karena biaya overhead
pabrik memiliki besaran yang tidak bisa dibebankan langsung seperti halnya
biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung.
Berdasarkan
perilaku terhadap biaya produksi, biaya overhead digolongkan menjadi:
1. BOP tetap, yaitu biaya yang jumlahnya tetap pada batas tertentu
dan tidak akan terpengaruh oleh
kapasitas produksi, secara total BOP tetap tidak akan berubah, tetapi secara
unit berubah berbanding terbalik dengan kapasitas produksi. Contoh: biaya
penyusunan aktiva tetap.
2. BOP variabel, yaitu biaya yang jumlahnya mengalami perubahan
sebanding dengan kapasitas produksi, BOP per unit jumlahnya selalu tetap.
Contoh: biaya bahan penolong.
3. BOP semi variabel, yaitu biaya yang berubah tidak menentu dan
secara tidak proposional dengan kapasitas produksi, mengandung unsur tetap dan
variabel, contoh: biaya listrik, biaya gaji mandor dan sebagainya.
Elemen BOP dapat dikelompokkan
menjadi:
1. BOP Langsung Departemen.
Yaitu elemen BOP yang
terjadinya dapat langsung ditelusuri ke departemen terkait, baik departemen
produksi ataupun departemen jasa/pembantu. Biaya overhead jenis ini tidak
menimbulkan masalah karena bisa langsung dibudgetkan pada departemen terkait.
Contoh: biaya bahan langsung, biaya suplies pabrik, biaya bahan bakar dan
sebagainya.
2. BOP Tidak Langsung Departemen.
Yaitu elemen BOP yang
terjadinya tidak dapat langsung ditelusuri ke departemen terkait, baik
departemen produksi ataupun departemen jasa/pembantu. Sifat dari BOP ini,
manfaatnya dirasakan bersama-sama oleh semua departemen, sehingga harus dilakukan
alokasi sesuai dengan beban masing-masing departemen. Contoh: biaya gaji bagian
pabrik, biaya jaminan kesehatan, biaya jaminan makan dan sebagainya.
Contoh dasar alokasi biaya
tidak langsung departemen jasa ke departemen lain yang menikmatinya:
Departemen jasa
|
Dasar alokasi
|
Biaya gaji karyawan pabrik
|
Jumlah karyawan (orang)
|
Biaya pemakaian alat pendingin (AC)
|
Luas lantai (m2)
|
Biaya pemakaian listrik
|
KWH
|
Biaya reparasi dan pemelihaaan mesin
|
Jam kerja mesin, frekuensi kerusakan
|
Biaya pengadaan bahan baku
|
Jumlah karyawan
|
Biaya pengangkutan
|
Jarak yang ditempuh (kilometer)
|
Biaya air
|
Jumlah air yang dipakai (liter)
|
Biaya pemesanan barang
|
Frekuensi order barang
|
Biaya balai pengobatan
|
Jumlah karyawan
|
B.
TARIF BIAYA OVERHEAD
PABRIK
Biaya
overhead pabrik dalam praktik sangat sulit untuk ditelusuri ke produk
sehingga harus dibuat anggaran, ditentukan tarif berdasarkan kapasitas pabrik
tertentu dan selanjutnya dibebankan ke produk. Kapasitas pabrik tertentu adalah
unit yang diproduksi, jam tenaga kerja langsung, jam mesin, biaya tenaga kerja
langsung dan biaya bahan langsung. (Johar, 2007:24)
Penentuan
besarnya BOP pada produk berdasarkan tarif BOP yang ditentukan di muka, tidak berdasarkan
BOP sesungguhnya, tarif BOP yang dibebankan dan diperhitungkan pada harga pokok
produksi, yaitu sebelum biaya sesungguhnya dikeluarkan karena overhead pabrik
memiliki elemen yang banyak dan tidak bisa dikaitkan langsung dengan produk,
untuk menghitung BOP yang dibebankan, ada dua unsur yang akan dihitung, yaitu dasar
pembebanan dan tarif per dasar pembebanan.
Dasar
pembebanan dan tarif per dasar pembebanan dapat dijelaskan sebagai berikut:
·
Biaya bahan baku
Tarif BOP = [taksiran (budget)
BOP/taksiran biaya bahan baku] x 100%
·
Satuan produk
Tarif BOP = taksiran (budget)
BOP/taksiran satuan produk.
·
Jam mesin
Tarif BOP = taksiran (budget)
BOP/taksiran jam mesin.
·
Jam kerja langsung
Tarif BOP = taksiran (budget)
BOP/taksiran jam kerja langsung.
·
Biaya tenaga kerja langsung
Tarif BOP = [taksiran (budget)
BOP/taksiran biaya tenaga kerja langsung] x 100%
Contoh:
Perusahaan
CAHAYA pada tahun 2011 memiliki budget BOP sebesar Rp 45.000.000; untuk tarif
BOP ditentukan di muka, dengan data yang ditaksir sebagai berikut:
Jumlah
biaya bahan baku
|
Rp
75.000.000;
|
Jumlah
satuan produk
|
100.000
unit
|
Jumlah
jam mesin
|
120.000
jam mesin
|
Jumlah
jam kerja langsung
|
70.000
jam
|
Jumlah
biaya tenaga kerja langsung
|
Rp
80.000.000;
|
Tarif BOP berdasarkan dasar
pembebanan:
Jumlah
biaya bahan baku
|
= (Rp
45.000.000/Rp 75.000.000) x 100%
|
= 60%
|
Jumlah
satuan produk
|
= Rp 45.000.000/100.000 unit
|
= Rp 450
|
Jumlah
jam mesin
|
= Rp 45.000.000/120.000 jam mesin
|
= Rp 375
|
Jumlah
jam kerja langsung
|
= Rp 45.000.000/ 70.000 jam
|
= Rp 642,8
|
Jumlah
biaya tenaga kerja langsung
|
= (Rp 45.000.000/Rp 80.000.000) x 100%
|
= 56%
|
C.
SELISIH BIAYA OVERHEAD
PABRIK
Pada akhir
periode perusahaan menghitung besarnya BOP yang dikeluarkan sesungguhnya,
karena ada kemungkinan antara BOP yang dibebankan (berdasarkan tarif) dengan
BOP sesungguhnya ada perbedaan, maka harus dilakukan analisis selisih. Jika BOP
tidak ada selisih, bahwa besarnya BOP sesungguhnya dengan BOP dibebankan
pengeluarannya sama besar, maka jurnal yang dibuat adalah:
BOP
dibebankan Rp
XXX
BOP sesungguhnya Rp XXX
Jika BOP sesungguhnya lebih besar
dari BOP dibebankan, akan timbul ‘selisih rugi’, maka jurnal yang dibuat
adalah:
BOP dibebankan Rp XXX
Selisih
Rugi Rp
XXX
BOP
sesungguhnya Rp
XXX
Jika BOP sesungguhnya lebih
kecil dari BOP dibebankan, akan timbul ‘selisih laba’, maka jurnal yang dibuat
adalah:
BOP
dibebankan Rp XXX
BOP sesungguhnya Rp XXX
Selisih laba Rp XXX
D.
TARIF BOP UNTUK
DEPARTEMEN (DEPARTEMENTALISASI BOP)
Banyak
perusahaan yang mengolah produknya lebih dari satu departemen produksi dan memiliki
departemen jasa yang mendukung berjalannya proses pengolahan bahan baku menjadi
barang jadi. karena biaya overhead pabrik di departemen sulit dijelajahi
langsung, maka perlu dibuat langkah-langkah untuk menentukan tarif BOP pada
departemen (departementalisasi) yang terkait:
1. Tentukan penyusunan anggaran biaya overhead pabrik
departemen pembantu ke departemen produksi.
2. Tentukan alokasi biaya overhead pabrik departemen
pembantu ke departemen produksi.
3. Tentukan tarif BOP perdepartemen.
4. Hitung analisis selisih BOP
Departementalisasi
BOP merupakan pembagian pabrik ke dalam bagian-bagian yang disebut departemen
atau pusat-pusat biaya, tempat overhead pabrik akan dibebankan.
Departementalisasi BOP sangat penting dilaksanakan pada perusahaan yang
mengolah produk pada proses yang berbeda atau pada perusahaan yang bisa menjual
produk sebelum diolah pada tahapan selanjutnya, misalnya: perusahaan tekstil,
bisa menjual benang saat benang itu belum diproses menjadi kain.
Tujuan dari
departementalisasi BOP adalah:
1. Membebankan BOP secara akurat dan adil pada setiap departemen
yang menikmatinya, karena departemen produksi akan menyerap BOP dari departemen
jasa.
2. Merupakan bentuk pengendalian BOP atas tanggungjawab
masing-masing departemen, terutama kalau ada selisih BOP, maka harus jelas
merupakan tanggungjawab departemen terkait.
3. Membantu pengambilan keputusan manajemen.
Contoh:
Perusahaan SEGAR mempunyai dua
departemen produksi: departemen produksi I dan departemen II, serta mempunyai
dua departemen pembantu: departemen pembantu R dan departemen pembantu S. pada
tahun 2011 data yang terkait dengan penyusunan anggaran BOP adalah sebagai
berikut:
departemen
|
Budget BOP langsung
(Rp)
|
Jmlh karyawan
(Rp)
|
Luas lantai
(m2)
|
KWH
|
Dept. I
|
8.000.000
|
40
|
7.500
|
500.000
|
Dept. II
|
8.500.000
|
45
|
8.000
|
550.000
|
Dept. R
|
4.000.000
|
16
|
2.000
|
200.000
|
Dept. S
|
3.500.000
|
10
|
2.000
|
100.000
|
Jumlah
|
24.000.000
|
111
|
19.500
|
1.350.000
|
Data BOP tak langsung
departemen:
§ Biaya gaji pegawai (dasar alokasi: jumlah karyawan) Rp 600.000.000
§ Biaya depresiasi gedung (dasar alokasi: luas lantai) Rp 350.000.000
§ Biaya pemakaian listrik (dasar alokasi: KWH/jam tenaga listrik Rp 300.000.000
Maka pendistribusian BOP tak
langsung departemen pada departemen lain:
1. BOP tak langsung biaya gaji pegawai: Rp 600.000.000
Departemen I : 40/111 x Rp 600.000.000 = Rp
216.216.216
Departemen II : 45/111 x Rp 600.000.000 = Rp 243.243.243
Departemen R : 16/111 x Rp 600.000.000 = Rp 86.486.486
Departemen S : 10/111 x Rp 600.000.000 = Rp 54.054.054
2. BOP tak langsung biaya depresiasi gedung: Rp 350.000.000
Departemen I : 7.500/19.500 x Rp 350.000.000 =
Rp 134.610.000
Departemen II : 8.000/19.500 x Rp 350.000.000 =
Rp 143.589.743
Departemen R : 2.000/19.500 x Rp 350.000.000 =
Rp 35.875.000
Departemen S : 2.000/19.500 x Rp 350.000.000 =
Rp 35.875.000
3. BOP tak langsung biaya listrik: Rp 300.000.000
Departemen I : 500.000/1.350.000 x Rp 300.000.000 =
Rp 111.111.111
Departemen II : 550.000/1.350.000 x Rp 300.000.000 =
Rp 122.222.222
Departemen R : 200.000/1.350.000 x Rp 300.000.000 =
Rp 44.444.444
Departemen S : 100.000/1.350.000 x Rp 300.000.000 =
Rp 22.222.222
DAFTAR PUSTAKA
Arifin,
johar. (2007). Aplikasi Excel Untuk Akuntansi Manajemen Modern. Jakarta.
PT. Elex Media Komputindo.
Nafarin, M. (2007). Penganggaran Perusahaan. Jakarta.
Salemba Empat.
Rosidah, Euis. (2013). Akuntansi Biaya. Bandung.
Mujahid Press.
0 comments:
Post a Comment