Monday, May 12, 2014

Anggaran Biaya Overhead Pabrik

A.    DEFINISI BIAYA OVERHEAD PABRIK
Biaya overhead pabrik pada umumnya didefinisikan sebagai biaya diluar biaya bahan baku dan tenaga kerja langsung dan semua biaya pabrik lainnya yang tidak secara langsung dapat diikuti jejaknya ke dalam produk, sehingga pembebanannyapun tidak bisa secara langsung. (Euis, 2013:60)
Sedangkan menurut M. Nafarin (2007:498) biaya overhead pabrik adalah biaya yang terjadi di pabrik selain biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung. Biaya overhead pabrik antara lain berupa biaya bahan pembantu (penolong) atau biaya bahan tak langsung, biaya pernik pabrik (factory supplies cost), biaya tenaga kerja tak langsung, biaya pemeliharaan pabrik, biaya depresiasi pabrik, biaya asuransi pabrik dan biaya listrik pabrik.
Biaya overhead pabrik merupakan biaya tidak langsung produksi, oleh sebab itu komponen dalam biaya overhead adalah semua biaya yang bukan biaya bahan baku langsung dan biaya tenaga kerja langsung. Biaya overhead pabrik merupakan komponen biaya produksi, tetapi berbeda dengan biaya bahan baku langsung dan biaya tenaga kerja langsung, biaya ini tidak terlihat jejaknya secara langsung pada produk yang dihasilkan. Dalam perhitungannya karena adanya kesulitan dalam menelusuri biaya overhead pabrik, maka pembebanan BOP biasanya atas dasar tarif yang ditentukan dimuka.
Secara garis besar biaya overhead pabrik dibagi tiga kelompok:
1.      Biaya bahan baku tidak langsung (misalnya: bahan penolong/bahan pembantu).
2.      Biaya tenaga kerja tidak langsung (misalnya: mandor, inspektor dan sebagainya).
3.      Biaya pabrikasi lain-lain (misalnya: penyusutan, pajak, listrik, biaya pemeliharaan dan sebagainya).
Biaya overhead pabrik seringkali disebut dengan istilah biaya produksi tidak langsung, karena biaya ini tidak secara langsung teridentifikasi ke produk, pembebanan dilakukan di awal sebelum proses produksi, hal ini dilakukan karena biaya overhead pabrik memiliki besaran yang tidak bisa dibebankan langsung seperti halnya biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung.
Berdasarkan perilaku terhadap biaya produksi, biaya overhead digolongkan menjadi:
1.      BOP tetap, yaitu biaya yang jumlahnya tetap pada batas tertentu dan tidak akan terpengaruh  oleh kapasitas produksi, secara total BOP tetap tidak akan berubah, tetapi secara unit berubah berbanding terbalik dengan kapasitas produksi. Contoh: biaya penyusunan aktiva tetap.
2.      BOP variabel, yaitu biaya yang jumlahnya mengalami perubahan sebanding dengan kapasitas produksi, BOP per unit jumlahnya selalu tetap. Contoh: biaya bahan penolong.
3.      BOP semi variabel, yaitu biaya yang berubah tidak menentu dan secara tidak proposional dengan kapasitas produksi, mengandung unsur tetap dan variabel, contoh: biaya listrik, biaya gaji mandor dan sebagainya.
Elemen BOP dapat dikelompokkan menjadi:
1.      BOP Langsung Departemen.
Yaitu elemen BOP yang terjadinya dapat langsung ditelusuri ke departemen terkait, baik departemen produksi ataupun departemen jasa/pembantu. Biaya overhead jenis ini tidak menimbulkan masalah karena bisa langsung dibudgetkan pada departemen terkait. Contoh: biaya bahan langsung, biaya suplies pabrik, biaya bahan bakar dan sebagainya.
2.      BOP Tidak Langsung Departemen.
Yaitu elemen BOP yang terjadinya tidak dapat langsung ditelusuri ke departemen terkait, baik departemen produksi ataupun departemen jasa/pembantu. Sifat dari BOP ini, manfaatnya dirasakan bersama-sama oleh semua departemen, sehingga harus dilakukan alokasi sesuai dengan beban masing-masing departemen. Contoh: biaya gaji bagian pabrik, biaya jaminan kesehatan, biaya jaminan makan dan sebagainya.
Contoh dasar alokasi biaya tidak langsung departemen jasa ke departemen lain yang menikmatinya:
Departemen jasa
Dasar alokasi
Biaya gaji karyawan pabrik
Jumlah karyawan (orang)
Biaya pemakaian alat pendingin (AC)
Luas lantai (m2)
Biaya pemakaian listrik
KWH
Biaya reparasi dan pemelihaaan mesin
Jam kerja mesin, frekuensi kerusakan
Biaya pengadaan bahan baku
Jumlah karyawan
Biaya pengangkutan
Jarak yang ditempuh (kilometer)
Biaya air
Jumlah air yang dipakai (liter)
Biaya pemesanan barang
Frekuensi order barang
Biaya balai pengobatan
Jumlah karyawan

B.     TARIF BIAYA OVERHEAD PABRIK
Biaya overhead pabrik dalam praktik sangat sulit untuk ditelusuri ke produk sehingga harus dibuat anggaran, ditentukan tarif berdasarkan kapasitas pabrik tertentu dan selanjutnya dibebankan ke produk. Kapasitas pabrik tertentu adalah unit yang diproduksi, jam tenaga kerja langsung, jam mesin, biaya tenaga kerja langsung dan biaya bahan langsung. (Johar, 2007:24)
Penentuan besarnya BOP pada produk berdasarkan tarif BOP yang ditentukan di muka, tidak berdasarkan BOP sesungguhnya, tarif BOP yang dibebankan dan diperhitungkan pada harga pokok produksi, yaitu sebelum biaya sesungguhnya dikeluarkan karena overhead pabrik memiliki elemen yang banyak dan tidak bisa dikaitkan langsung dengan produk, untuk menghitung BOP yang dibebankan, ada dua unsur yang akan dihitung, yaitu dasar pembebanan dan tarif per dasar pembebanan.
Dasar pembebanan dan tarif per dasar pembebanan dapat dijelaskan sebagai berikut:
·         Biaya bahan baku
Tarif BOP = [taksiran (budget) BOP/taksiran biaya bahan baku] x 100%
·         Satuan produk
Tarif BOP = taksiran (budget) BOP/taksiran satuan produk.
·         Jam mesin
Tarif BOP = taksiran (budget) BOP/taksiran jam mesin.
·         Jam kerja langsung
Tarif BOP = taksiran (budget) BOP/taksiran jam kerja langsung.
·         Biaya tenaga kerja langsung
Tarif BOP = [taksiran (budget) BOP/taksiran biaya tenaga kerja langsung] x 100%

Contoh:
Perusahaan CAHAYA pada tahun 2011 memiliki budget BOP sebesar Rp 45.000.000; untuk tarif BOP ditentukan di muka, dengan data yang ditaksir sebagai berikut:
Jumlah biaya bahan baku
Rp 75.000.000;
Jumlah satuan produk
100.000 unit
Jumlah jam mesin
120.000 jam mesin
Jumlah jam kerja langsung
70.000 jam
Jumlah biaya tenaga kerja langsung
Rp 80.000.000;

Tarif BOP berdasarkan dasar pembebanan:
Jumlah biaya bahan baku
= (Rp 45.000.000/Rp 75.000.000) x 100%
= 60%
Jumlah satuan produk
= Rp 45.000.000/100.000 unit
= Rp 450
Jumlah jam mesin
= Rp 45.000.000/120.000 jam mesin
= Rp 375
Jumlah jam kerja langsung
= Rp 45.000.000/ 70.000 jam
= Rp 642,8
Jumlah biaya tenaga kerja langsung
= (Rp 45.000.000/Rp 80.000.000) x 100%
= 56%




C.     SELISIH BIAYA OVERHEAD PABRIK
Pada akhir periode perusahaan menghitung besarnya BOP yang dikeluarkan sesungguhnya, karena ada kemungkinan antara BOP yang dibebankan (berdasarkan tarif) dengan BOP sesungguhnya ada perbedaan, maka harus dilakukan analisis selisih. Jika BOP tidak ada selisih, bahwa besarnya BOP sesungguhnya dengan BOP dibebankan pengeluarannya sama besar, maka jurnal yang dibuat adalah:
            BOP dibebankan                                 Rp XXX
                        BOP sesungguhnya                             Rp XXX
Jika BOP sesungguhnya lebih besar dari BOP dibebankan, akan timbul ‘selisih rugi’, maka jurnal yang dibuat adalah:
BOP dibebankan                                 Rp XXX
            Selisih Rugi                                         Rp XXX
                        BOP sesungguhnya                             Rp XXX
Jika BOP sesungguhnya lebih kecil dari BOP dibebankan, akan timbul ‘selisih laba’, maka jurnal yang dibuat adalah:
BOP dibebankan                     Rp XXX
            BOP sesungguhnya                             Rp XXX
            Selisih laba                                          Rp XXX




D.    TARIF BOP UNTUK DEPARTEMEN (DEPARTEMENTALISASI BOP)
Banyak perusahaan yang mengolah produknya lebih dari satu departemen produksi dan memiliki departemen jasa yang mendukung berjalannya proses pengolahan bahan baku menjadi barang jadi. karena biaya overhead pabrik di departemen sulit dijelajahi langsung, maka perlu dibuat langkah-langkah untuk menentukan tarif BOP pada departemen (departementalisasi) yang terkait:
1.      Tentukan penyusunan anggaran biaya overhead pabrik departemen pembantu ke departemen produksi.
2.      Tentukan alokasi biaya overhead pabrik departemen pembantu ke departemen produksi.
3.      Tentukan tarif BOP perdepartemen.
4.      Hitung analisis selisih BOP
Departementalisasi BOP merupakan pembagian pabrik ke dalam bagian-bagian yang disebut departemen atau pusat-pusat biaya, tempat overhead pabrik akan dibebankan. Departementalisasi BOP sangat penting dilaksanakan pada perusahaan yang mengolah produk pada proses yang berbeda atau pada perusahaan yang bisa menjual produk sebelum diolah pada tahapan selanjutnya, misalnya: perusahaan tekstil, bisa menjual benang saat benang itu belum diproses menjadi kain.
Tujuan dari departementalisasi BOP adalah:
1.      Membebankan BOP secara akurat dan adil pada setiap departemen yang menikmatinya, karena departemen produksi akan menyerap BOP dari departemen jasa.
2.      Merupakan bentuk pengendalian BOP atas tanggungjawab masing-masing departemen, terutama kalau ada selisih BOP, maka harus jelas merupakan tanggungjawab departemen terkait.
3.      Membantu pengambilan keputusan manajemen.
Contoh:
Perusahaan SEGAR mempunyai dua departemen produksi: departemen produksi I dan departemen II, serta mempunyai dua departemen pembantu: departemen pembantu R dan departemen pembantu S. pada tahun 2011 data yang terkait dengan penyusunan anggaran BOP adalah sebagai berikut:

departemen
Budget BOP langsung
(Rp)
Jmlh karyawan
(Rp)
Luas lantai
(m2)
KWH
Dept. I
  8.000.000
  40
  7.500
   500.000
Dept. II
  8.500.000
  45
  8.000
   550.000
Dept. R
  4.000.000
  16
  2.000
   200.000
Dept. S
  3.500.000
  10
  2.000
   100.000
Jumlah
24.000.000
111
19.500
1.350.000

Data BOP tak langsung departemen:
§  Biaya gaji pegawai (dasar alokasi: jumlah karyawan)                         Rp 600.000.000
§  Biaya depresiasi gedung (dasar alokasi: luas lantai)                           Rp 350.000.000
§  Biaya pemakaian listrik (dasar alokasi: KWH/jam tenaga listrik        Rp 300.000.000
Maka pendistribusian BOP tak langsung departemen pada departemen lain:
1.      BOP tak langsung biaya gaji pegawai: Rp 600.000.000
Departemen I        : 40/111 x Rp 600.000.000 = Rp 216.216.216
Departemen II       : 45/111 x Rp 600.000.000 = Rp 243.243.243
Departemen R       : 16/111 x Rp 600.000.000 = Rp  86.486.486
Departemen S       : 10/111 x Rp 600.000.000 = Rp  54.054.054
2.      BOP tak langsung biaya depresiasi gedung: Rp 350.000.000
Departemen I        : 7.500/19.500 x Rp 350.000.000 = Rp  134.610.000
Departemen II       : 8.000/19.500 x Rp 350.000.000 = Rp  143.589.743
Departemen R       : 2.000/19.500 x Rp 350.000.000 = Rp    35.875.000
Departemen S       : 2.000/19.500 x Rp 350.000.000 = Rp    35.875.000
3.      BOP tak langsung biaya listrik: Rp 300.000.000
Departemen I        : 500.000/1.350.000 x Rp 300.000.000 = Rp  111.111.111
Departemen II       : 550.000/1.350.000 x Rp 300.000.000 = Rp  122.222.222
Departemen R       : 200.000/1.350.000 x Rp 300.000.000 = Rp    44.444.444
Departemen S       : 100.000/1.350.000 x Rp 300.000.000 = Rp    22.222.222

DAFTAR PUSTAKA
Arifin, johar. (2007). Aplikasi Excel Untuk Akuntansi Manajemen Modern. Jakarta. PT. Elex Media Komputindo.
Nafarin, M. (2007). Penganggaran Perusahaan. Jakarta. Salemba Empat.
Rosidah, Euis. (2013). Akuntansi Biaya. Bandung. Mujahid Press.


0 comments:

:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g: :h: :i: :j: :k: :l: :m: :n:

Post a Comment