Friday, May 23, 2014

Uang dalam Pandangan Islam

A.    Sekilas Pengertian Uang
Dalam ekonomi Islam, secara etimologi uang berasal dari kata al-naqdu, pengertiannya ada beberapa makna yaitu: al-naqdu berarti yang baik dari dirham, menggenggam dirham, membedakan dirham, dan al-naqdu juga berarti tunai. Kata nuqud tidak terdapat dalam al-Quran dan hadis, karena bangsa Arab umumnya tidak menggunakan nuqud untuk menunjukkan harga. Mereka menggunakan kata dinar untuk menunjukkan mata uang yang terbuat dari emas dan kata dirham untuk menunjukkan alat tukar yang terbuat dari perak. Mereka juga menggunakan wariq untuk menunjukkan dirham perak, kata ‘ain untuk menunjukkan dinar emas.
Sedangkan kata fulus (uang tembaga) adalah alat tukar tambahan yang digunakan untuk membeli barang-barang murah. Uang menurut fuqaha tidak terbatas pada emas dan perak yang dicetak, tapi mencakup seluruh jenisnya dinar, dirham dan fulus. Untuk menunjukkan dirham dan dinar mereka mengunakan istilah naqdain. Namun mereka berbeda pendapat apakah fulus termasuk dalam istilah naqdain atau tidak. Menurut pendapat yang mu’tamad dari golongan Syafi’iyah, fulus tidak termasuk naqd, sedangkan Mazhab. Hanafi berpendapat bahwa naqd mencakup fulus.
Defenisi nuqd menurut Abu Ubaid (wafat 224 H), seperti yang dikutip Ahmad Hasan dirham dan dinar adalah nilai harga sesuatu. Ini berarti dinar dan dirham adalah standar ukuran nilai yang dibayarkan dalam transaksi barang dan jasa. Senada dengan pendapat ini, Al-Ghazali (wafat 595 H) menyatakan, Allah menciptakan dinar dan dirham sebagai hakim penengah diantara seluruh harta, sehinga seluruh harta bisa diukur dengan keduanya. Ibn al-Qayyim (wafat 751 H) berpendapat dinar dan dirham adalah nilai harga barang komoditas. Ini mengisyaratkan bahwa uang adalah standar unit ukuran untuk nilai harga komoditas.
Dalam pengertian kontemporer, uang adalah benda-benda yang disetujui oleh masyarakat sebagai alat perantara untuk mengadakan tukar-menukar atau perdagangan dan sebagai standar nilai. Taqyudin al-Nabhani menyatakan, nuqud adalah standar nilai yang dipergunakan untuk menilai barang dan jasa. Oleh karena itu uang didefenisikan sebagai sesuatu yang dipergunakan untuk mengukur barang dan jasa. Jadi uang adalah sarana dalam transaksi yang dilakukan dalam masyarakat baik untuk barang produksi mapun jasa, baik itu uang yang berasal dari emas, perak, tambaga, kulit, kayu, batu, besi, selama itu diterima masyarakat dan dianggap sebagai uang. Untuk dapat diterima sebagai alat tukar, uang harus memenuhi persyaratan tertentu yakni: Nilainya tidak mengalami perubahan dari waktu ke waktu. 2) Tahan lama. 3) Bendanya mempunyai mutu yang sama. 4) Mudah dibawa-bawa. 5) Mudah disimpan tanpa mengurangi nilainya. 5) Jumlahnya terbatas (tidak berlebih-lebihan) 6) Dicetak dan disahkan penggunaannya oleh pemegang otoritas moneter (pemerintah). Penerbitan uang merupakan masalah yang dilindungi oleh kaidah-kaidah umum syari’at Islam. Penerbitan dan penentuan jumlahnya merupakan hal-hal yang berkaitan dengan kemaslahatan umat, karena itu bermain-main dalam penerbitan uang akan mendatangkan kerusakan ekonomi rakyat dan negara.
Misalnya hilangnya kepercayaan terhadap mata uang akibat turunnya nilai uang yang bisa saja disebabkan oleh pembengkakan jumlah uang beredar, dan sebagainya. Kondisi ini biasanya diringi dengan munculnya inflasi di tengah masyarakat yang justru mendatangkan kemudaratan pada rakyat. Karena ekonom muslim berpendapat bahwa penerbitan uang merupakan otoritas negara dan tidak dibolehkan bagi individu untuk melakukan hal tersebut karena dampaknya sangat buruk.
Dalam hal ini Imam Ahmad mengatakan tidak boleh mencetak uang melainkan dipercetakan negara dan dengan seizin pemerintah, karena jika masyarakat luas dibolehkan mencetak uang akan terjadi bahaya besar. Untuk menjaga stablitas nilai tukar uang, Ibn Taimiyah (1263-1328 M) menegaskan, pemerintah sebagai pemegang otoritas dalam masalah ini harus mencetak uang sesuai dengan nilai transaksi dari penduduk. Jumlah uang yang beredar harus sesuai dengan nilai transaksi. Ini berarti Ibn Taimiyah melihat hubungan yang erat antara jumlah uang beredar dengan total nilai transaksi dan tingkat harga
B.     Konsep Uang dalam Islam
Konsep uang dalam ekonomi Islam berbeda dengan konsep uang dalam ekonomi konvensional. Dalam ekonomi Islam, konsep uang sangat jelas dan tegas bahwa uang adalah uang bukan capital. Sedang uang dalam perspektif ekonomi konvensionl diartikan secara interchangeability/bolak-balik, yaitu uang sebagai uang dan sebagai capital.
Perbedaan lain adalah bahwa dalam konsep ekonomi Islam, uang adalah suatu yang bersifat flow conceptdan capital adalah suatu yang bersifat stock concept. Sedang dalam konsep ekonomi konvensional, Frederic S. Miskhin, misalnya mengungkapkan konsep Irving Fisher yang mengatakan bahwa :
Keterangan :
MV = Jumlah uang
V    =Tingkat perputaran uang
P    = Tingkat harga barang
T    = Jumlah barang yang diperdagangkan
Dari persamaan diatas dapat diketahui bahwa semakin cepat perputaran uang (V↑), maka semakin besarincome yang di peroleh. Persamaan ini juga berarti bahwa uang adalah flow concept. Fisher juga mengatakan bahwa sama sekali tidak ada korelasi antara kebutuhan memegang uang (demand for holding money) dengan tingkat suku bunga. Konsep ini hampir sama dengan konsep yang ada dalam konsep ekonomi Islam.
Pendapat lain yang diungkapkan oleh Mishkin adalah konsep dari Marshall-Pigou dari Cambridge, yaitu :
Keterangan :
M   = Jumlah uang
k     = 1/v
P    = Tingkat harga barang
T    = Jumlah barang yang diperdagangkan
Walaupun secara matematis k dapat dipindahkan ke kiri atau ke kanan, secara filosofis kedua konsep ini berbeda. Dengan adanya k pada persamaan diatas, menyatakan bahwa demand for holding money adalah suatu proporsi (k) dari jumlah pendapatan (PT). semakin besar k, semakin besar demand for holding money(M), untuk tingkat pendapatan tertentu (PT). Berarti konsep ini mengatakan bahwa uang adalah stock concept. Oleh sebab itu, kelompok Cambridge mengatakan bahwa uang adalah salah satu cara untuk menyimpan kekayaan (store of wealth).
Dalam Islam, capital is private goods, sedangkan money is public goods. Uang yang ketika mengalir adalahpublic goods (flow concept), lalu mengendap kedalam kepemilikan seseorang (stock concept), uang tersebut menjadi milik pribadi (private goods).

Konsep public goods belum dikenal dalam teori ekonomi sampai tahun 1980-an. Baru setelah muncul ekonomi lingkaran, maka kita berbicara tentang externalitiespublic goods, dan sebagainya. Dalam islam konsep ini sudah di kenal, yaitu ketika Rosulillah bersabda “Manusia mempunyai hak bersama dalam tiga hal: air, rumput, dan api” (HR Ahmad, abu Dawud dan Ibn Majah). Dengan demikian, berserikat dalam hal public goods bukanlah hal yang baru dalam ekonomi islam, bahkan konsep ini sudah terimplementasi, baik dalam bentuk musyarakah, muzara’ah, musaqah, dan lain-lainnya.

0 comments:

:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g: :h: :i: :j: :k: :l: :m: :n:

Post a Comment